APBD Kaltim 2026 Disahkan di Tengah Tekanan Fiskal

SAMARINDA – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalimantan Timur (Kaltim) bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kaltim resmi mengesahkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2026 melalui Rapat Paripurna (Rapur) ke-47 yang digelar di Gedung B DPRD Kaltim, Jalan Teuku Umar, Samarinda, Minggu malam, (30/11/2025). Pengesahan ini menandai berakhirnya proses pembahasan intensif antara Badan Anggaran (Banggar) DPRD Kaltim dan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) yang berlangsung di tengah tekanan fiskal yang signifikan akibat menurunnya alokasi transfer pusat.

APBD 2026 disepakati sebesar Rp15,15 triliun, meski secara efektif diperkirakan hanya terserap sekitar Rp14,25 triliun karena kemampuan serapan daerah yang berada pada kisaran 90 persen. Kondisi ini sekaligus menegaskan tantangan besar yang dihadapi Pemprov Kaltim dalam mempertahankan stabilitas fiskal di tengah pemangkasan dana dari pemerintah pusat.

Pada momen paripurna tersebut, Gubernur Kaltim Rudy Mas’ud menegaskan bahwa APBD 2026 tidak semata berfungsi sebagai instrumen penganggaran rutin, tetapi juga strategi untuk memperkuat pemerataan kesejahteraan masyarakat Kaltim menjelang peran baru daerah ini sebagai wilayah penyangga utama Ibu Kota Nusantara (IKN). “APBD harus menjadi instrumen efektif untuk meratakan kesejahteraan dan membangun pondasi masa depan, terutama dalam konteks peran strategis Kalimantan Timur sebagai Ibu Kota Nusantara,” ujar Rudy.

Dari sisi pendapatan, Pemprov Kaltim menargetkan Rp14,252 triliun. Angka tersebut ditopang oleh Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar Rp10,753 triliun, yang menunjukkan peningkatan kemandirian fiskal daerah. Namun, di sisi lain, komponen pendapatan transfer dari pemerintah pusat hanya mencapai Rp3,137 triliun, jauh menurun dari proyeksi sebelumnya. Berdasarkan nota keuangan, Dana Bagi Hasil (DBH) merosot tajam hingga Rp5,98 triliun, dari Rp7,6 triliun menjadi Rp1,63 triliun, serta di tahun 2026 Kaltim dipastikan tidak memperoleh Dana Insentif Fiskal. Selain itu, kebijakan efisiensi nasional turut menekan kemampuan fiskal daerah melalui pemotongan Transfer ke Daerah (TKD) sebesar Rp6,194 triliun.

Kondisi fiskal yang terpukul tersebut memaksa Pemprov Kaltim melakukan penataan ulang prioritas anggaran dan penyesuaian sejumlah program pembangunan. Pemerintah daerah juga berupaya mengoptimalkan sektor PAD sekaligus memperkuat koordinasi dengan kementerian terkait untuk memperjuangkan pemulihan kembali alokasi dana pusat ke depan.

Rudy Mas’ud menjelaskan bahwa belanja daerah 2026 ditetapkan sama dengan nilai APBD, yakni Rp15,15 triliun, yang terdiri dari belanja operasi sebesar Rp8,16 triliun dan belanja modal Rp1,06 triliun. Belanja modal difokuskan untuk pembangunan infrastruktur strategis dan aset jangka panjang seperti jalan, irigasi, gedung layanan publik, pengadaan tanah, serta peralatan penunjang pembangunan teknologi daerah. “Setiap rupiah belanja modal harus memberi dampak nyata bagi masyarakat Kalimantan Timur,” tegasnya.

Ia menambahkan bahwa prioritas utama anggaran diarahkan pada peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM), perluasan akses pendidikan dan kesehatan, percepatan penanganan stunting, dan pengembangan ekonomi hijau berbasis keberlanjutan lingkungan. Menutup sambutannya, Rudy menyampaikan apresiasi kepada DPRD atas kerja sama yang solid dalam penyusunan APBD. “Harapan bersama adalah ke depan sinergi ini dapat lebih baik dan lebih erat demi pembangunan Kaltim dalam peningkatan SDM masyarakat melalui pendidikan,” tutup mantan anggota DPR RI periode 2019–2024 tersebut.

Sementara itu, Ketua DPRD Kaltim Hasanuddin Mas’ud mengungkapkan bahwa proses pembahasan APBD 2026 berlangsung ketat akibat dinamika perubahan kebijakan fiskal nasional yang mengharuskan sejumlah penyesuaian teknis diulang. “Walaupun pada angka sebenarnya tidak sampai 15, sekitar 14 saja, karena penyerapan yang masuk ke daerah itu hanya sekitar 90 persen,” jelas Hamas, sapaan akrabnya, usai memimpin rapat paripurna.

Hasanuddin menegaskan bahwa penurunan drastis pada pendapatan fiskal daerah menjadi alasan utama perlunya kehati-hatian dalam menetapkan program strategis pembangunan. “Penurunan fiskal daerah yang mencapai sekitar Rp6 triliun menjadi alasan utama pemerintah harus lebih berhati-hati dalam menetapkan program strategis,” kata politisi Golkar tersebut.

Ia menambahkan, keterlambatan waktu penyelesaian pembahasan anggaran disebabkan turbulensi kebijakan pusat dan penyesuaian struktur anggaran yang harus dilakukan berulang, sehingga penetapan APBD terpaksa dilakukan pada hari libur. “Mepet waktu itu bukan karena kita, tapi karena turbulensi dan efisiensi yang harus diubah. Namun semua sepakat sehingga bisa ditandatangani malam ini,” tutup wakil rakyat dari daerah pemilihan Balikpapan itu. [] ADVERTORIAL

Penulis: Guntur Riyadi | Penyunting: Rasidah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com