BALIKPAPAN – Dinas Pendidikan Kota Balikpapan menegaskan bahwa pelaksanaan seleksi masuk SMP tahun ini akan lebih objektif dan transparan. Hal ini dikarenakan penerapan sistem Computer Assisted Test (CAT) yang telah digunakan selama dua tahun terakhir.
Kepala Dinas Pendidikan Balikpapan, Irfan Taufik, menjelaskan bahwa CAT menghilangkan peran penilaian subjektif guru yang sebelumnya menimbulkan kesenjangan dalam proses seleksi.
“Selama ini guru bisa memberikan nilai 9 atau 10 kepada siswa secara subjektif. Sekarang, sistemnya tidak lagi begitu. Semua murni berdasarkan hasil ujian yang terkomputerisasi. Tidak ada lagi yang namanya penilaian manual,” ujarnya, Senin (02/06/2025).
Selain itu, Balikpapan juga menjadi salah satu kota yang telah menjalankan program dari Kementerian Pendidikan selama dua tahun terakhir. Program ini bertujuan memperkuat sistem penilaian berbasis komputer untuk meningkatkan transparansi dan akurasi.
“Selama dua tahun terakhir, Balikpapan telah melaksanakan program Kementerian Pendidikan yang mendorong penggunaan CAT. Hal ini untuk memastikan bahwa penilaian anak-anak di seluruh Indonesia, termasuk Balikpapan, benar-benar objektif,” tambahnya.
Sistem CAT ini diterapkan bersamaan dengan Ujian Sekolah Berstandar Kota (USBK) yang menjadi dasar seleksi masuk SMP. Dalam USBK, nilai yang diperoleh siswa menjadi tolak ukur utama untuk masuk ke jalur prestasi akademik, yang tahun ini tercatat mencakup sekitar 600 siswa dengan peringkat tertinggi.
“Kita ingin memastikan proses seleksi berjalan adil. Anak-anak berprestasi yang benar-benar layak akan mendapatkan tempat. Dengan CAT, semua soal dan penilaiannya seragam, tanpa campur tangan guru atau pihak sekolah,” jelasnya.
Selain jalur prestasi akademik, seleksi masuk SMP di Balikpapan juga mencakup jalur prestasi non-akademik, zonasi, dan reguler. Jalur prestasi non-akademik mempertimbangkan piagam penghargaan yang diraih siswa, seperti juara karate nasional atau internasional.
Irfan Taufik menegaskan bahwa tujuan utama penerapan CAT dan USBK ini adalah meningkatkan mutu pendidikan dan mendorong persaingan sehat. “Ini bukan hanya soal seleksi, tapi juga membentuk budaya kejujuran dan kerja keras. Anak-anak belajar bahwa nilai mereka murni dari usaha sendiri, bukan dari faktor luar,” pungkasnya. []
Penulis: Desy Alfy Fauzia | Penyunting: Agnes Wiguna