JAKARTA – Pertemuan menteri luar negeri negara-negara BRICS di Rio de Janeiro, Brasil, pada 28-29 April menjadi ajang penting untuk menyikapi kebijakan perdagangan agresif Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump. Pertemuan ini dihadiri oleh para menlu dari sepuluh negara anggota BRICS, termasuk Indonesia yang baru bergabung sebagai anggota penuh pada Januari 2025.
Blok BRICS, yang awalnya terdiri atas Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan, kini telah berkembang dengan masuknya Iran, Mesir, Uni Emirat Arab, dan Indonesia. Kelompok ini kini mewakili hampir separuh populasi dunia dan menguasai 39% produk domestik bruto (PDB) global. Dalam pertemuan kali ini, para menteri membahas deklarasi bersama untuk memperkuat sistem perdagangan multilateral yang terancam oleh kebijakan proteksionis AS.
Kebijakan Trump yang memberlakukan tarif impor hingga 10% untuk puluhan negara, termasuk tarif khusus sebesar 145% untuk produk-produk China, menjadi sorotan utama. China telah membalas dengan mengenakan bea masuk 125% pada berbagai produk AS. Trump bahkan mengancam akan menaikkan tarif hingga 100% bagi negara-negara BRICS jika mereka dianggap melemahkan posisi dolar AS. Situasi ini memicu kekhawatiran akan terjadinya eskalasi perang dagang yang dapat mengganggu stabilitas ekonomi global.
Menteri Luar Negeri Indonesia, Sugiono, hadir dalam pertemuan ini untuk pertama kalinya sebagai perwakilan anggota penuh BRICS. Dalam pernyataan resmi Kementerian Luar Negeri RI, Sugiono menekankan pentingnya peran konstruktif BRICS dalam menjaga perdamaian dunia dan norma-norma multilateral yang telah disepakati bersama. Ia juga mendorong reformasi institusi multilateral agar lebih inklusif dan responsif dalam menghadapi tantangan global.
Selain negara-negara anggota, pertemuan ini juga dihadiri oleh perwakilan dari sembilan negara mitra, termasuk Malaysia, Thailand, dan Uzbekistan. Kehadiran mereka menunjukkan semakin meluasnya pengaruh BRICS dalam tatanan ekonomi dan politik dunia.
Pertemuan di Rio de Janeiro ini menjadi langkah strategis BRICS untuk memperkuat kerja sama di tengah tekanan dari AS. Salah satu opsi yang dibahas adalah penggunaan mata uang lokal dalam transaksi perdagangan untuk mengurangi ketergantungan pada dolar AS. Hasil pertemuan ini akan menjadi dasar bagi KTT BRICS yang akan digelar pada Juli mendatang. []
Redaaksi11