Darlis Pattalongi: Pemotongan DBH Akan Beratkan Kaltim

SAMARINDA – Rencana pemerintah pusat memangkas Dana Bagi Hasil (DBH) hingga 50 persen memicu kekhawatiran serius di Kalimantan Timur (Kaltim). Pasalnya, struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kaltim sangat bergantung pada transfer dana tersebut untuk membiayai pembangunan maupun pelayanan publik.

Anggota Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kaltim, Darlis Pattalongi, menyatakan penolakannya terhadap rencana pemangkasan tersebut. Menurutnya, pengurangan DBH dalam jumlah besar akan berdampak luas, bukan hanya bagi jalannya roda pemerintahan, melainkan juga terhadap masyarakat yang selama ini berharap pembangunan berjalan lancar.

“Saya rasa pemangkasan tidak akan sampai 50 persen. Kalau sampai APBD Kaltim yang posturnya sangat bergantung pada DBH dipotong setengah, pasti masyarakat akan bereaksi keras. Itu pasti sangat berat,” ujarnya usai menghadiri rapat resmi di Gedung E DPRD Kaltim, Selasa (02/09/2025).

Darlis menjelaskan, Kaltim termasuk daerah dengan ketergantungan tinggi terhadap DBH. Kondisi ini berbeda dengan beberapa provinsi lain di Indonesia yang memiliki struktur keuangan lebih beragam sehingga tidak terlalu terdampak jika pemotongan anggaran terjadi.

“Kami masih yakin pemerintah tidak akan memangkas sampai 50 persen, karena dampaknya terlalu besar. Kondisi Kaltim berbeda dengan daerah lain yang struktur APBD-nya tidak terlalu tergantung pada DBH. Kalau di kita, dampaknya jauh lebih signifikan,” jelasnya.

Ia menegaskan, pemangkasan drastis dapat mengganggu program pembangunan infrastruktur, pendidikan, hingga kesehatan. Padahal, kebutuhan di daerah masih sangat tinggi, terutama untuk membuka keterisolasian wilayah dan meningkatkan kualitas layanan publik.

Lebih jauh, Darlis menyarankan agar pemerintah pusat memberikan masa transisi jika memang penyesuaian anggaran harus dilakukan. Dengan adanya jeda, pemerintah daerah bisa menyesuaikan rencana kerja tanpa menimbulkan guncangan besar terhadap postur APBD.

“Minimal diberi jeda atau jangka waktu agar daerah bersiap. Jangan sampai sekarang sudah direncanakan Rp21,3 triliun, tapi begitu pedoman terbit malah dipangkas drastis, misalnya jadi Rp17 triliun. Itu tentu akan luar biasa berat bagi daerah,” pungkasnya.

Menurutnya, skema transisi penting agar pemerintah daerah tidak terburu-buru memangkas program yang bersentuhan langsung dengan kebutuhan rakyat. Tanpa persiapan, masyarakatlah yang akan paling merasakan dampaknya, mulai dari terbatasnya pembangunan hingga berkurangnya layanan sosial dasar.

DPRD Kaltim, kata Darlis, akan terus mengawal isu ini bersama Pemerintah Provinsi Kaltim agar suara daerah tidak diabaikan. Sebagai daerah penghasil sumber daya alam, Kaltim menilai hak fiskal berupa DBH tidak seharusnya dikurangi secara ekstrem.

Ia menegaskan, DBH bukan sekadar angka dalam APBD, melainkan sumber utama pembiayaan untuk berbagai sektor vital, mulai dari pembangunan jalan, fasilitas pendidikan, pelayanan kesehatan, hingga program-program kesejahteraan masyarakat.

“Kalau pemangkasan dilakukan secara ekstrem, maka risiko yang dihadapi bukan hanya keterlambatan pembangunan, tetapi juga menurunnya kualitas layanan publik. Itu yang paling dikhawatirkan,” ucapnya.

Dengan kondisi tersebut, DPRD Kaltim berharap pemerintah pusat meninjau ulang kebijakan pemangkasan DBH. Jika pun ada penyesuaian, besarannya diharapkan tetap proporsional agar daerah mampu melaksanakan pembangunan dengan stabil.

“Kami memahami kebutuhan anggaran pusat juga besar, tapi jangan sampai hak daerah dikorbankan terlalu jauh. Apalagi Kaltim adalah salah satu penopang utama penerimaan negara,” tutup Darlis. [] ADVERTORIAL

Penulis: Rifky Irlika Akbar | Penyunting: Rasidah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com