SAMARINDA — Ketua Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Hetifah Sjaifudian, menegaskan bahwa Tes Kemampuan Akademik (TKA) layak menjadi pengganti Ujian Nasional (UN) sebagai alat ukur capaian belajar siswa secara nasional. Menurutnya, TKA lebih menekankan aspek kompetensi dibandingkan hafalan materi semata, dan dirancang untuk mendorong motivasi intrinsik dalam proses belajar siswa.
“TKA ini merupakan instrumen pengukuran kualitas siswa, karena menggunakan soal yang dirancang dan disusun secara nasional,” ujar Hetifah dalam keterangannya kepada media usai membuka kegiatan sosialisasi dan diskusi bertema Paradigma Baru Evaluasi Pendidikan: Penerapan Tes Kemampuan Akademik (TKA) sebagai Instrumen Penilaian Nasional, yang berlangsung di Hotel Mercure Samarinda, Sabtu (24/5/2025).
Lebih lanjut, Hetifah menekankan perlunya perubahan paradigma dalam sistem evaluasi pendidikan. Ia menolak pendekatan yang membebani siswa dengan tekanan tinggi, dan justru mendorong sistem yang lebih ramah anak, serta memicu semangat belajar dari dalam diri.
Dalam kesempatan tersebut, politisi Partai Golkar ini juga menggarisbawahi urgensi memperluas akses pendidikan melalui penerapan wajib belajar 13 tahun. Ia menyebut langkah ini krusial guna menutup kesenjangan antara rata-rata lama sekolah nasional yang baru menyentuh angka 8,9 tahun, dengan harapan lama sekolah yang telah mencapai 13,21 tahun.
“Pendidikan anak usia dini (PAUD) harus dimasukkan sebagai bagian dari sistem wajib belajar nasional. Ini salah satu strategi meningkatkan kualitas SDM sejak usia dini,” jelasnya.
Selain itu, Hetifah turut menyinggung proses revisi Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas). Ia mendorong agar regulasi pendidikan dapat lebih adaptif dan terintegrasi, mencakup aspek teknologi, karakter, dan inklusivitas. Hal tersebut dinilai penting untuk memastikan sistem pendidikan Indonesia mampu menjawab tantangan zaman yang terus berkembang.
“Pemerataan akses, peningkatan mutu, integrasi teknologi, serta penguatan nilai karakter harus menjadi fondasi utama sistem pendidikan nasional ke depan,” tegas Hetifah.
Sementara itu, Sekretaris Daerah Provinsi Kalimantan Timur, Sri Wahyuni, turut mendukung penerapan TKA di daerah. Ia menyebut, sebagai tahap awal, pelaksanaan TKA di Kaltim akan difokuskan pada siswa jenjang SMA dan SMK, dengan metode Computer Assisted Test (CAT). Pemprov, menurutnya, siap menyediakan sarana penunjang melalui pemanfaatan fasilitas milik Assessment Center yang sudah tersedia.
“Untuk tahap awal penerapannya tahun ini di Kaltim, bagi siswa-siswi SMA dan SMK, karena tesnya menggunakan metode CAT, barangkali kita bisa coba menggunakan fasilitas yang dimiliki oleh Pemprov Kaltim, yang ada di Assessment Center,” ucap Sri Wahyuni.
Ia juga menegaskan bahwa program ini senada dengan visi-misi Gubernur Kaltim, Rudy Masud dan Wakil Gubernur Seno Aji, yang menargetkan peningkatan kualitas SDM melalui kebijakan pendidikan gratis hingga jenjang S-3 bagi warga Kaltim, sebagaimana tercermin dalam program Gratis Pol.
Dengan sinergi antara kebijakan pusat dan daerah, serta pendekatan evaluasi pendidikan yang lebih humanistik, diharapkan kualitas pendidikan di Indonesia, khususnya di Kaltim, akan mengalami lompatan signifikan. (ADVERTORIAL)
Penulis: Himawan Yokominarno