SAMARINDA – Pendekatan berbasis kemandirian menjadi strategi utama Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Provinsi Kalimantan Timur dalam menghidupkan kembali olahraga tradisional di lingkungan sekolah. Dalam upayanya membumikan kembali warisan budaya bangsa kepada generasi muda, Dispora memberikan kepercayaan penuh kepada pihak sekolah untuk mengambil peran aktif dalam pelaksanaan dan penyediaan fasilitas olahraga tradisional.
Menurut Kepala Seksi Olahraga dan Rekreasi Tradisional Dispora Kaltim, Thomas Alva Edison, pihaknya tidak hanya fokus pada pembinaan, tetapi juga mendorong sekolah-sekolah agar lebih mandiri dalam menyediakan sarana dan prasarana yang menunjang kegiatan olahraga tersebut.
“Untuk sarana dan prasarana, kalau yang internal ada di stadion kami. Tapi untuk eksternal, masing-masing sekolah biasanya menyediakan sendiri sesuai kondisi yang dimiliki,” ujar Thomas saat ditemui pada Rabu (02/07/2025).
Ia menjelaskan, dalam pola kerja sama yang berjalan saat ini, Dispora menyediakan instruktur dengan kontrak kerja khusus yang akan mendampingi kegiatan di sekolah. Sementara itu, sekolah bertanggung jawab atas penyediaan lokasi pelaksanaan.
“Jadi, sekolah menyiapkan fasilitasnya secara individu, dan kami hanya memfasilitasi ketika kegiatan dilakukan di area kami. Biasanya mereka pakai halaman sekolah masing-masing,” tambahnya.
Selain mendukung kegiatan di sekolah, Dispora juga tengah mengembangkan area milik pemerintah agar bisa dimanfaatkan untuk kegiatan luar ruang. Salah satu rencana yang tengah digodok adalah penggunaan lahan di sekitar Asrama 2 kompleks stadion untuk kegiatan panahan tradisional.
“Kami sedang mengupayakan pemanfaatan lahan di sekitar stadion, seperti area di sebelah Asrama 2. Rencananya itu akan digunakan untuk kegiatan panahan tradisional, tentu kalau anggarannya memungkinkan,” jelasnya.
Mengenai jadwal kegiatan, Dispora tidak menetapkan secara kaku. Sekolah atau lembaga memiliki keleluasaan untuk menentukan waktu pelaksanaan, dan Dispora akan menyesuaikan dengan jadwal para instruktur yang tersedia.
“Setiap sekolah atau lembaga menyesuaikan sendiri lokasinya. Kami hanya bantu menjadwalkan dan menyesuaikan dengan kegiatan para instruktur,” terangnya.
Lebih lanjut, Thomas menekankan pentingnya membentuk kesadaran pelajar terhadap nilai budaya yang terkandung dalam olahraga tradisional. Ia berharap para siswa dapat menjadikan kegiatan ini sebagai kebutuhan, bukan sekadar kewajiban kurikulum.
“Harapan kami ke depan, anak-anak bisa melestarikan olahraga masyarakat ini bukan karena dipaksa, tapi karena merasa membutuhkannya,” tuturnya.
Olahraga tradisional, menurutnya, menyimpan banyak nilai positif. Selain memberi manfaat fisik, permainan-permainan tradisional juga berperan dalam pembentukan karakter sosial yang kuat. Permainan individu melatih anak berpikir mandiri, sedangkan permainan berkelompok memperkuat nilai kerja sama dan toleransi.
“Permainan tunggal melatih anak untuk berpikir mandiri dan menyelesaikan masalah sendiri. Sedangkan permainan kelompok menumbuhkan kerja sama, rasa kebersamaan, dan toleransi,” jelasnya.
Ia pun membandingkan karakter yang dihasilkan oleh olahraga tradisional dan olahraga prestasi. Menurutnya, permainan tradisional menanamkan semangat kolektif, berbeda dengan olahraga prestasi yang lebih kompetitif.
“Kalau olahraga prestasi yang sifatnya individu biasanya membentuk karakter yang lebih kompetitif dan cenderung egois. Tapi permainan tradisional itu justru menanamkan nilai kebersamaan dan kerja sama,” pungkasnya.
Dengan pendekatan kolaboratif ini, Dispora Kaltim berharap sekolah dapat menjadi pusat pelestarian budaya sekaligus pembinaan karakter siswa melalui olahraga tradisional yang telah lama menjadi bagian dari jati diri bangsa.[] ADVERTORIAL
Penulis: Rifki Irlika Akbar | Penyunting: Nursiah
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan