KUTAI KARTANEGARA – Produksi rumput laut di Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) kembali menunjukkan tren positif sepanjang tahun 2024. Berdasarkan data Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kukar, komoditas gracilaria mencatatkan angka produksi sebesar 67.818 ton, sementara cottonii hanya mencapai 162 ton. Kendati terdapat perbedaan signifikan antara kedua jenis tersebut, potensi ekonomi yang dihasilkan tetap besar dan menjadi penyemangat bagi para pembudidaya di wilayah pesisir.
Kepala DKP Kukar, Muslik, menyatakan bahwa melimpahnya produksi menunjukkan sektor budidaya rumput laut masih memiliki potensi kuat dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun, ia menegaskan bahwa upaya hilirisasi menjadi faktor kunci yang harus dipercepat agar nilai tambah rumput laut dapat dinikmati petani secara maksimal.
“Produksi kita besar, terutama gracilaria. Namun selama belum ada pengolahan lebih lanjut, nilai jualnya tidak maksimal. Petani berharap pabrik bisa segera beroperasi,” ucapnya di Tenggarong, Jumat (28/11/2025).
Jenis gracilaria banyak dibudidayakan di Kecamatan Samboja dan Muara Badak karena lebih tahan terhadap kondisi perairan yang dipengaruhi kekeruhan Sungai Mahakam. Sebaliknya, cottonii yang membutuhkan air lebih jernih hanya dapat tumbuh optimal di wilayah tertentu, sehingga volumenya jauh lebih rendah.
Muslik menjelaskan bahwa tantangan terbesar saat ini bukan pada tingkat produksi, melainkan pada proses hilirisasi. Rencana pembangunan pabrik pengolahan rumput laut di Kukar belum dapat direalisasikan akibat sejumlah persoalan teknis, seperti kebutuhan daya listrik yang besar serta kesiapan investasi dari pihak ketiga.
“Kalau pabrik sudah beroperasi, petani akan menikmati harga lebih baik. Rumput laut tidak lagi dijual dalam bentuk kering saja, tetapi bisa menjadi tepung, lembaran, atau karaginan,” jelas Muslik.
Selama ini, sebagian besar rumput laut asal Kukar dikirim ke Makassar atau daerah lain dalam bentuk kering yang telah dipres. Padahal, jika diolah menjadi produk setengah jadi, nilai jualnya bisa meningkat signifikan, sehingga memberikan dampak ekonomi yang lebih besar bagi pembudidaya.
Di sisi lain, petani rumput laut juga menghadapi berbagai persoalan teknis, termasuk kondisi cuaca dan pola budidaya yang masih tradisional. Muslik menilai perlu adanya peningkatan pendampingan agar kualitas dan produktivitas rumput laut terus meningkat.
“Kita akan tingkatkan pendampingan dan pelatihan. Rumput laut harus dikelola dengan pola yang lebih baik supaya kualitasnya meningkat,” tambahnya.
Hilirisasi juga dinilai akan memperkuat rantai nilai usaha perikanan di Kukar. Dengan adanya pabrik, pasar lebih terbuka, stabilitas harga lebih terjaga, serta kepastian usaha bagi petani semakin kuat.
Meski tantangan masih dihadapi, tingginya produksi menjadi modal optimisme bagi petani rumput laut. Dukungan pemerintah melalui pelatihan, fasilitas, dan percepatan hilirisasi diharapkan dapat mendorong petani memperoleh nilai ekonomi yang lebih besar dari hasil budidaya yang selama ini mereka tekuni. [] ADVERTORIAL
Penulis: Jemi Irlanda Haikal | Penyunting: Rasidah
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan