Dokter Spesialis di Nunukan Dipecat, IDI Kritik Pemerintah Daerah

NUNUKAN – Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, mengecam keras keputusan Pemerintah Kabupaten Nunukan yang memecat empat dokter, termasuk dua di antaranya yang masih menempuh pendidikan spesialis. Ketua IDI Nunukan, Soleh, menilai langkah tersebut sebagai pengabaian terhadap aset berharga daerah, apalagi di tengah krisis kekurangan tenaga medis yang saat ini melanda wilayah tersebut. “Spesialis paru-paru bahkan di Indonesia sangat sedikit. Ini aset yang harus kita jaga malah disia-siakan,” ujarnya, Selasa (20/05/2025).

Keempat dokter yang dipecat itu adalah dr. Yuanti Yunus Konda (spesialis akupunktur medis), dr. Fitriani (spesialis paru), dr. Andi Hariyanti (dokter umum), dan dr. Wahyu Rahmad Hariyadie (dokter umum). Dua dokter pertama masih menjalani pendidikan spesialis ketika diberhentikan. IDI menyatakan bahwa kedua dokter ini memiliki rekam jejak pengabdian yang kuat, bahkan beroperasi di daerah pelosok Nunukan.

Soleh menyoroti khususnya kasus dr. Yuanti, yang bertugas di Desa Mansalong, wilayah terpencil di Nunukan. Ia tinggal di sana sendirian sambil membesarkan anaknya, dan tetap melaksanakan tugas medis meski menghadapi intimidasi saat menangani kasus demam berdarah dengue (DBD). “Dia hanya bersama anaknya yang kecil, tugas siang malam mempertaruhkan keselamatan seorang diri karena suaminya di Papua. Tapi dia malah dipecat, ini cukup mengagetkan kami,” kata Soleh.

Sementara itu, dr. Fitriani merupakan satu-satunya dokter spesialis paru-paru di Nunukan sekaligus menjadi ujung tombak penanganan COVID-19 pada 2020–2021. Soleh menanyakan, “Kalau terjadi serangan wabah seperti kemarin, ke mana kita minta tolong?” Kini, di Nunukan terdapat empat rumah sakit, yaitu RSUD Nunukan, RS Pratama Sebuku, Sebatik, dan Krayan. Namun, jumlah dokter yang tersedia hanya 104 orang dengan 24 dokter spesialis, sebagian bekerja di sektor swasta atau kontrak perusahaan. Soleh menambahkan bahwa pemberitaan pemecatan ini membuat citra Nunukan buruk di mata dokter, sehingga dokter spesialis menjadi enggan bertugas di wilayah tersebut.

IDI juga menyoroti sulitnya proses perizinan belajar bagi dokter di daerah ini. Soleh menyebutkan bahwa izin sekolah sering kali sulit didapatkan dan adanya ketimpangan, di mana sebagian dokter memperoleh izin dengan mudah, sementara yang lain tidak. “Ada dokter yang sampai berkata, ‘kalau seandainya kami boleh menggosok sepatunya (pejabat), kami rela,’” ucapnya, menggambarkan betapa sulitnya proses mendapatkan izin tersebut.

Sementara itu, Pemerintah Kabupaten Nunukan melalui Kepala Bidang Mutasi dan Evaluasi Kinerja ASN BKPSDM Nunukan, Kelik Suharyanto, menyatakan bahwa pemecatan dilakukan karena keempat dokter menjalani tugas belajar tanpa izin resmi dari pemerintah daerah. “Mereka Tubel (Tugas Belajar), tapi tidak izin ke Pemerintah Daerah. Sejak itu mereka tidak masuk kerja, ada yang sejak 2021, ada yang sejak 2022,” jelas Kelik. Keputusan ini diambil berdasarkan aturan yang mengharuskan adanya izin resmi untuk menjalani tugas belajar. []

Redaksi11

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com
X