SAMARINDA – Menindaklanjuti laporan terkait dugaan praktik perdagangan daging anjing dan kucing di Kalimantan Timur (Kaltim), Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (DPKH) Provinsi Kaltim menggelar rapat audiensi dan koordinasi pada Rabu (07/05/2025). Pertemuan berlangsung di ruang rapat Kantor DPKH, Jalan Bhayangkara, Samarinda.
Audiensi ini merupakan respons atas permohonan dari Koalisi Dog Meat Free Indonesia (DMFI) yang mendorong Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kaltim, melalui DPKH, untuk menerbitkan surat edaran terkait pengendalian perdagangan daging anjing dan kucing. DMFI menilai langkah tersebut penting dan mendesak, mengingat Kaltim masih tergolong wilayah yang belum bebas penyakit rabies.
“Kami telah menyusun surat edaran mengenai pengendalian hewan liar sebagai upaya perlindungan dan penanganan,” ujar Kepala DPKH Kaltim, Fahmi Himawan.
Menurutnya, DPKH secara rutin melaksanakan vaksinasi rabies dan sterilisasi anjing dan kucing sebagai tindakan preventif agar kasus rabies tidak meluas. Surat edaran tersebut nantinya juga akan menekankan pentingnya perlindungan dan kesejahteraan hewan, terutama untuk mencegah kekerasan, penganiayaan, serta perlakuan tidak layak terhadap hewan peliharaan.
Fahmi Himawan menambahkan bahwa keberadaan shelter atau tempat penampungan hewan liar menjadi bagian penting dari strategi pengendalian populasi hewan liar, yang berpotensi menjadi pembawa penyakit berbahaya. Ia berharap audiensi ini dapat ditindaklanjuti dengan aksi konkret di lapangan.
“Kami harapkan pembahasan ini mampu memicu tindakan konkret,” tegasnya. Rapat koordinasi ini juga dihadiri oleh perwakilan dinas peternakan kabupaten/kota se-Kaltim, serta sejumlah organisasi dan komunitas terkait, seperti Four Paws International, Ikatan Sarjana Peternakan Indonesia (ISPI), dan Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI).
Dalam diskusi tersebut, para peserta sepakat bahwa konsumsi daging hewan non-ternak seperti anjing dan kucing tidak selayaknya dibenarkan. Selain tidak sesuai dengan nilai kesejahteraan hewan, praktik tersebut juga dapat memunculkan risiko kesehatan masyarakat dan penyalahgunaan adat. “Anjing dan kucing dikenal secara kodrati sebagai hewan peliharaan, bukan untuk dikonsumsi sebagai bahan pangan,” kata salah satu peserta diskusi.
Selain menyoroti aspek kesejahteraan hewan, para peserta juga membahas pentingnya pengendalian populasi hewan liar sebagai salah satu upaya mencegah meluasnya praktik perdagangan daging hewan nonternak. Kekhawatiran muncul jika tidak ada kebijakan tegas, konsumsi daging anjing yang semula terbatas pada konteks ritual adat akan berkembang menjadi komoditas komersial yang diperjualbelikan secara bebas.
DPKH Kaltim berkomitmen untuk menyusun langkah-langkah strategis ke depan agar kebijakan pengendalian dan perlindungan hewan ini benar-benar dapat diimplementasikan secara menyeluruh di seluruh wilayah Kaltim. []
Penulis: Muhammad Ihsan | Penyunting: Rasidah | ADV Diskominfo Kaltim
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan