DPRD Kaltim: Sengketa Sidrap Harus Diselesaikan Secara Hukum

SAMARINDA – Sengketa batas wilayah Kampung Sidrap antara Kota Bontang dan Kabupaten Kutai Timur (Kutim) memasuki babak baru setelah mediasi yang digelar Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Pemprov Kaltim) pada Senin 11 Agustus 2025 lalu menghasilkan keputusan untuk membawa perkara tersebut ke Mahkamah Konstitusi (MK) melalui Kementerian Dalam Negeri. Keputusan ini menegaskan bahwa penyelesaian konflik administrasi wilayah akan ditempuh melalui jalur hukum tertinggi, bukan lagi sekadar negosiasi antar daerah.

Sekretaris Komisi I  Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kaltim, Salehuddin, menilai langkah itu sebagai pilihan tepat untuk memberikan kepastian hukum. Ia mengingatkan semua pihak agar mengedepankan ketenangan dan menjaga situasi tetap aman hingga keputusan MK keluar. “Kita hormati proses hukum itu, kami harapkan di lapangan, baik Bontang maupun Kutim menjaga situasi agar tetap kondusif, apapun keputusannya dan itu demi kepentingan bersama,” ujarnya saat ditemui di Samarinda, Minggu (17/08/2025).

Menurutnya, konflik batas wilayah seringkali berpotensi memicu ketegangan antar masyarakat, sehingga pernyataan atau tindakan provokatif harus dihindari. Ia menekankan pelayanan publik kepada warga Sidrap tidak boleh terhenti meski status administrasi wilayahnya masih disengketakan.

“Tugas kita tetatap mensejahtrakan masyarakat, di manapun posisi administrasinya nanti dan putusan MK harus kita hormati nantinya, amankan serta terpenting memberikan keuntungan bagi masyarakat Sidrap,” tegas politisi Partai Golkar itu.

Kampung Sidrap selama ini berada dalam posisi dilematis. Secara geografis, lokasinya yang berada di Desa Martadinata, Kecamatan Teluk Pandan, jauh lebih dekat dengan pusat Kota Bontang. Warga Sidrap harus menempuh perjalanan sekitar 70 kilometer untuk mencapai pusat pemerintahan Kutim di Sangatta. Kondisi ini membuat sebagian besar kebutuhan dasar warga, mulai dari pendidikan, layanan kesehatan, hingga akses air bersih, lebih banyak ditopang oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Bontang.

Namun secara hukum, Sidrap tetap berada dalam wilayah Kutim. Hal ini diperkuat dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 25 Tahun 2025 yang menegaskan Sidrap masuk dalam wilayah administrasi Kutim. Selain itu, Undang-Undang Nomor 47 Tahun 1999 tentang pembentukan Kota Bontang juga tidak mencantumkan Sidrap sebagai bagian dari Bontang. Upaya Pemkot Bontang menggugat aturan itu ke Mahkamah Agung (MA) pada 2024 pun berakhir dengan penolakan.

Dengan adanya rencana uji materi ke MK, masyarakat Sidrap kini menaruh harapan besar pada keputusan yang diambil. Apapun hasilnya, diharapkan mampu memberikan kepastian hukum serta menjamin kesejahteraan warga yang selama ini merasakan dampak langsung dari tarik ulur administrasi dua daerah. [] ADVERTORIAL

Penulis: Guntur Riyadi | Penyunting: Rasidah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com