SAMARINDA – Anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim), Abdul Giaz dan Andi Muhammad Afif Raihan Harun, menyatakan dukungan penuh terhadap tuntutan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kota Samarinda.
Keduanya menegaskan komitmen lembaga legislatif untuk mengawal proses relokasi Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) milik PT Pertamina Patra Niaga Samarinda. Menurut mereka, langkah ini merupakan bentuk tanggung jawab DPRD terhadap keselamatan masyarakat sekaligus mendukung penataan ruang yang berkelanjutan. Pernyataan itu disampaikan saat menerima mahasiswa PMII yang menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor DPRD Kaltim, Jalan Teuku Umar, Samarinda, pada Jumat (29/08/2025).
“Kami berkomitmen, karena PT Pertamina Patra Niaga mitra kami dan akan adakan RDP secepatnya serta mengajak perwakilan dari PMII Samarinda, kita sampaikan semua apa yang menjadi masukan teman-teman selama ini, untuk selesaikan sama-sama,” ujar Abdul, sapaan akrabnya.
Sementara itu, Afif Raihan menyatakan kesiapan DPRD Kaltim menindaklanjuti surat tuntutan yang disampaikan mahasiswa. Ia bahkan membuka peluang pembentukan Panitia Khusus (Pansus) dan segera menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama PT Pertamina Patra Niaga, yang merupakan mitra kerja Komisi II DPRD Kaltim.
“Surat yang disampaikan teman-teman akan ditindak lanjuti secepat-cepatnya di Komisi II dan sampaikan kepada pimpinan DPRD Kaltim, tetapi yang paling cepat dan utama kita langsung RDP dulu,” kata legislator dari daerah pemilihan Samarinda itu.
Dalam aksi tersebut, PMII Samarinda membawa tiga tuntutan utama, yakni mendesak Ketua DPRD Kaltim membentuk Pansus terkait PT Pertamina Patra Niaga, mendesak DPRD segera menggelar RDP dengan Pertamina, serta meminta percepatan pemindahan TBBM dari Teluk Lerong ke kawasan Palaran.
Keberadaan TBBM Pertamina Patra Niaga di Jalan Cendana, Kelurahan Teluk Lerong, Kecamatan Sungai Kunjang, Samarinda, menjadi sorotan mahasiswa. Pasalnya, lokasi tersebut berada di kawasan padat penduduk sehingga dinilai berpotensi membahayakan masyarakat.
PMII menilai kondisi itu bertentangan dengan regulasi, termasuk Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang mewajibkan setiap usaha memperhatikan daya dukung lingkungan dan keselamatan masyarakat. [] ADVERTORIAL
Penulis: Guntur Riyadi | Penyunting: Rasidah
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan