SAMARINDA – Kekhawatiran mengenai rencana efisiensi anggaran yang sedang digodok pemerintah pusat mulai menyeruak di Kalimantan Timur (Kaltim). Isu pemangkasan hingga 50 sampai 75 persen dinilai berpotensi memukul kemampuan keuangan daerah dan memperlambat laju pembangunan, khususnya pada sektor infrastruktur yang menjadi tulang punggung konektivitas.
Wakil Ketua Komisi III Dewan Perwakilan rakyat Daerah (DPRD) Kaltim, Akhmed Reza Fachlevi, mengungkapkan bahwa hingga kini belum ada kepastian resmi tentang skema efisiensi tersebut. Namun ia menilai, bila pemangkasan sebesar itu benar diterapkan, dampaknya akan sangat terasa pada pelaksanaan program pembangunan.
“Kalau memang benar sampai 75 persen, itu sangat besar dan pasti berpengaruh pada kekuatan fiskal daerah. Program pembangunan bisa terganggu, terutama di sektor infrastruktur,” ujar Reza, Rabu (03/09/2025).
Komisi III DPRD Kaltim baru saja menggelar rapat bersama Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, dan Perumahan Rakyat (PUPR-PERA) guna menyusun langkah antisipasi. Reza menekankan pentingnya mempertahankan agenda strategis seperti pembangunan jalan, jembatan, dan perumahan bagi masyarakat.
“Apapun kondisinya, infrastruktur di Kaltim harus terus dibangun. Dari situ akses ekonomi dan pelayanan publik bisa lebih lancar,” tambah politisi muda Partai Gerindra tersebut.
Ia mengingatkan, tanpa langkah penyesuaian yang cermat, pengurangan anggaran bisa memicu efek domino yang memperlambat penyediaan sarana publik dan menahan pertumbuhan ekonomi daerah.
Sementara itu, Badan Anggaran (Banggar) DPRD Kaltim bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) sudah mulai mengutak-atik rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2026. Ketua DPRD Kaltim, Hasanuddin Mas’ud, menyampaikan bahwa rancangan awal APBD dipatok sebesar Rp21,3 triliun. Namun angka itu berpotensi terkoreksi bila Dana Bagi Hasil (DBH) ikut dipangkas.
“Kabar sementara, ada potensi pemangkasan DBH sekitar 50 persen, atau setara Rp5 triliun. Kalau itu terjadi, APBD kita bisa menyusut jadi hanya Rp16–17 triliun,” ungkap Hasanuddin.
Meski demikian, ia menegaskan DPRD dan pemerintah daerah masih berpegang pada proyeksi awal sambil menunggu aturan resmi dari pemerintah pusat.
“Belum ada keputusan final, kita tetap menunggu regulasi resmi melalui PMK. Tapi program prioritas kepala daerah akan tetap menjadi pegangan utama meskipun ada penyesuaian,” pungkasnya.[] ADVERTORIAL
Penulis: Muhammad Ihsan | Penyunting: Rasidah
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan