SAMARINDA – Kasus HIV di Kota Samarinda kian mengkhawatirkan. Data terbaru mencatat jumlahnya telah mencapai 2.000 kasus, dengan dominasi penularan berasal dari kelompok lelaki seks lelaki (LSL). Kondisi ini mendapat sorotan serius dari berbagai kalangan karena dianggap memerlukan langkah penanganan menyeluruh.
Anggota Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Samarinda, Anhar, menegaskan peningkatan kasus HIV harus menjadi perhatian serius semua pihak, tidak hanya pemerintah. Ia menilai penanggulangan penyakit ini membutuhkan keterlibatan tokoh agama, masyarakat, hingga sektor pendidikan untuk memberikan edukasi yang tepat sasaran. “Peran elemen ini menyangkut masalah penyakit-penyakit di masyarakat, artinya harus betul-betul ada deteksi,” ujar Anhar saat ditemui di Kantor DPRD Kota Samarinda, Senin (15/09/2025).
Menurutnya, peran tokoh agama sangat strategis untuk menyampaikan edukasi kepada masyarakat, terutama dalam mengingatkan bahaya perilaku berisiko. Anhar menekankan, perilaku hubungan sesama jenis selain dilarang oleh ajaran agama juga meningkatkan risiko penularan HIV. “Semua peran juga dari tokoh-tokoh agama, apalagi yang sesama jenis memang agama melarang semua,” katanya.
Anhar juga menyoroti tanggung jawab pemerintah dalam mengawasi dan menangani kasus ini. Namun, ia menekankan bahwa kerja pemerintah tidak akan optimal tanpa dukungan masyarakat luas. “Sekarang yang menjadi perhatian pemerintah tentu pengawasannya, dan keterlibatan semua elemen-elemen penting masyarakat sebenarnya,” ujarnya.
Ia menilai bahwa kebijakan pemerintah tidak akan berjalan efektif jika seluruh beban penanganan hanya dipikul pemerintah. Kolaborasi lintas sektor mutlak diperlukan. “Karena sebagus apapun aturan itu, kalau peran-peran ini hanya diberikan kepada pemerintah, ya kita juga nggak bisa,” tegasnya.
Lebih lanjut, Anhar menyampaikan bahwa upaya menekan angka kasus HIV harus dilakukan secara kolektif. Setiap elemen masyarakat, mulai dari tokoh agama, tokoh masyarakat, lembaga pendidikan, hingga keluarga, harus berperan aktif dalam mengurangi risiko penularan. “Jadi, tidak bisa hanya diberikan kepada sistem yang ada, dibebankan kepada pemerintah,” kata Anhar.
Ia mengingatkan bahwa HIV bukan sekadar isu kesehatan, tetapi juga menyangkut aspek sosial, budaya, hingga moral yang membutuhkan pendekatan komprehensif. Karena itu, partisipasi semua pihak dinilai sangat penting. “Jadi, semua elemen-elemen masyarakat, semua stakeholder itu, punya peran, harus ambil bagian dalam hal ini,” ujarnya.
Anhar menambahkan, edukasi kesehatan harus menyentuh semua lapisan masyarakat, terutama generasi muda. Menurutnya, kesadaran sejak dini akan membantu pencegahan lebih efektif. Ia juga menegaskan pentingnya tokoh masyarakat, tokoh agama, dan lembaga pendidikan dalam memberikan pemahaman yang benar terkait HIV dan perilaku berisiko. “Tapi memang sesama jenis yang saya bilang, ini perlu penanganan, artinya perlu keseriusan semua pihak, dan masalah tokoh agama, tokoh-tokoh masyarakat, memberikan, dan termasuk di sektor pendidikan juga,” ungkapnya.
Ia menekankan bahwa edukasi tidak boleh bersifat parsial atau dilakukan oleh satu pihak saja. Melainkan harus menjadi gerakan bersama yang konsisten, berkelanjutan, serta melibatkan berbagai stakeholder. “Jadi, edukasinya nggak bisa saja kalau sendiri, karena itu ketidaklaziman, sebenarnya,” pungkasnya.
Kasus HIV yang terus meningkat di Samarinda menjadi peringatan serius. Kolaborasi lintas sektor, konsistensi edukasi, serta pengawasan pemerintah yang diperkuat dukungan masyarakat diharapkan dapat menekan laju penyebaran HIV. [] ADVERTORIAL
Penulis: Yus Rizal Zulfikar | Penyunting: Rasidah
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan