SAMARINDA – Polemik keberadaan Terminal BBM Pertamina Patra Niaga di Jalan Cendana, Samarinda, kembali menjadi sorotan publik. Isu ini mencuat setelah sejumlah mahasiswa menyuarakan keresahan masyarakat terkait letak fasilitas tersebut yang berdampingan langsung dengan kawasan permukiman padat penduduk.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Samarinda, melalui Komisi I, merespons serius keluhan itu dengan menggelar rapat dengar pendapat pada Jumat (12/09/2025). Pertemuan yang diharapkan bisa menjadi ajang klarifikasi ternyata tidak dihadiri oleh pihak Pertamina Patra Niaga. Absennya manajemen perusahaan energi tersebut menimbulkan kekecewaan karena forum itu dinilai krusial untuk membuka jalan dialog.
Ketua Komisi I DPRD Samarinda, Samri Shaputra, mengungkapkan bahwa pihaknya telah mengirim undangan resmi sebanyak dua kali, namun tidak mendapat tanggapan dari Pertamina. “Pada pertemuan yang kedua kali, kita sudah dua kali mengundang pihak Patra Niaga Pertamina yang ada di Jalan Cendana itu, ini tidak hadir,” ujarnya saat ditemui di Kantor DPRD Samarinda.
Sampri menuturkan bahwa keresahan masyarakat tidak bisa diabaikan. Menurutnya, aspirasi yang dibawa mahasiswa mencerminkan kondisi warga yang merasa keberadaan terminal BBM itu sudah tidak layak. “Adanya keluhan mahasiswa dan ini mewakili masyarakat, bahwa keberadaan Pertamina yang ada di Cendana itu sudah dianggap tidak layak,” katanya.
Selain persoalan kelayakan, isu keselamatan juga menjadi perhatian utama. Sampri menegaskan, fasilitas penyimpanan dan distribusi BBM di tengah pemukiman berpotensi membahayakan ribuan warga sekitar. “Yang kedua, mengancam kehidupan masyarakat setempat,” ucapnya.
Ia menambahkan, jika ditinjau dari rencana tata ruang wilayah (RTRW) kota, lokasi Terminal BBM Pertamina tersebut sudah tidak sesuai dengan kondisi kawasan saat ini yang semakin padat. “Nah, kalau kita lihat juga dari RT/RW, memang kondisinya sekarang itu memang sudah tidak memungkinkan,” jelasnya.
Oleh karena itu, DPRD Samarinda melalui Komisi I berencana mendorong langkah konkret berupa klarifikasi resmi dari Pertamina mengenai kemungkinan relokasi. “Untuk itu, kemudian kita merekomendasikan nanti, pertama kita akan meminta penjelasan kepada pihak Pertamina proses pemindahan,” tegas Sampri.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa jawaban resmi dari Pertamina akan menjadi dasar DPRD dalam merumuskan rekomendasi berikutnya. “Kedua, nanti kita akan membuat rekomendasi dari DPRD, setelah ada jawaban dari mereka, nanti akan kita merekomendasi dari jawaban dari mereka, kemudian kita akan simpulkan,” ungkapnya.
Sampri menekankan bahwa langkah ini tidak hanya sebatas formalitas, melainkan bentuk nyata tanggung jawab DPRD dalam mengawal aspirasi masyarakat. Ia mengingatkan, keberadaan fasilitas vital seperti terminal BBM harus mempertimbangkan aspek keamanan publik. “Kita akan memastikan suara masyarakat ini betul-betul ditindaklanjuti agar tidak menimbulkan masalah yang lebih besar,” katanya.
Di sisi lain, ia berharap pihak Pertamina bisa bersikap lebih terbuka dan kooperatif. Menurutnya, kehadiran perusahaan dalam rapat akan mempermudah upaya mencari solusi yang adil bagi semua pihak. “Kalau mereka hadir dan memberikan penjelasan, tentu akan lebih mudah untuk mencari solusi bersama,” pungkasnya.
Keberadaan terminal BBM di kawasan padat penduduk memang menjadi dilema klasik di banyak daerah. Di satu sisi, fasilitas ini berperan penting untuk memastikan pasokan energi tetap lancar. Namun, di sisi lain, risiko kebakaran dan ledakan selalu membayangi bila tidak didukung tata lokasi yang tepat serta standar keamanan maksimal.
Dalam konteks Samarinda, isu ini semakin sensitif karena berkaitan langsung dengan keselamatan warga sekaligus keberlangsungan aktivitas energi kota. Wajar jika masyarakat mendesak agar persoalan ini segera dituntaskan, bukan hanya sekadar menjadi agenda perdebatan di meja rapat. [] ADVERTORIAL
Penulis: Yus Riza Zulfikar | Penyunting: Rasidah
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan