DPRD Samarinda Fokus Revisi Perda Ketenagakerjaan

SAMARINDA – Proses revisi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 4 Tahun 2014 tentang Ketenagakerjaan di Kota Samarinda kini menjadi fokus utama Panitia Khusus (Pansus) DPRD Kota Samarinda. Ketua Komisi IV DPRD Kota Samarinda, Muhammad Novan Syahronny Pasie, menyampaikan bahwa revisi tersebut dilakukan sebagai bentuk penyesuaian dengan peraturan nasional serta untuk mengakomodasi dinamika ketenagakerjaan lokal. “Jadi hasil kerja Pansus kita itu kan berkaitan tentang perubahan dari Perda Nomor 4 Tahun 2014,” ujar Novan saat ditemui di Gedung DPRD Kota Samarinda, Rabu (18/6/2025) siang.

Ia menegaskan bahwa perubahan ini tidak terlepas dari adanya penyesuaian terhadap Undang-Undang Cipta Kerja sebagai regulasi ketenagakerjaan baru di tingkat nasional. Kebijakan pusat itu menjadi dasar bagi pembaruan hukum ketenagakerjaan di daerah. “Itu kan yang pertama mengacu dengan kita pembaruan berkaitan tentang cantolan di Undang-Undang Cipta Kerja,” jelas Novan.

Namun demikian, tidak hanya mengikuti arah regulasi nasional, DPRD Kota Samarinda melalui Komisi IV juga menyerap aspirasi lokal sebagai bagian dari substansi revisi perda. Hal ini dilakukan agar kebijakan baru yang dihasilkan tidak hanya legal secara hukum, tetapi juga kontekstual dan relevan dengan kebutuhan masyarakat kota. “Sisanya, ada muatan-muatan lokal yang kita masukkan dari hasil audiens kita dengan beberapa pihak, baik itu dari pihak pengusaha maupun pihak serikat buruh,” ucap Novan.

Masukan dari berbagai elemen masyarakat ini akan dirumuskan lebih lanjut oleh Komisi IV untuk kemudian disampaikan kepada Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Samarinda. Langkah ini merupakan bagian dari tahapan resmi sebelum sebuah draf perda disahkan menjadi peraturan yang mengikat. “Hal ini yang menjadi masukan buat kita nanti sampaikan ke Bapemperda,” tambahnya.

Novan berharap proses pembentukan perda ini akan menghasilkan regulasi yang tidak hanya memenuhi unsur legalitas formal, namun juga menjawab kebutuhan riil dunia kerja di Samarinda. “Untuk dalam harapannya untuk dapat diproses menjadi peraturan daerah,” tutur Novan.

Salah satu poin strategis dalam draf revisi perda tersebut adalah pembatasan tenaga kerja alih daya (outsourcing). Menurut Novan, praktik outsourcing harus dikendalikan agar tidak merugikan pekerja dan tetap dalam koridor prinsip keadilan ketenagakerjaan. “Contoh, misalnya berkaitan tentang eh pembatasan tenaga outsourcing,” ungkapnya.

Lebih jauh, ia menekankan pentingnya keterlibatan publik dalam proses legislasi. DPRD Samarinda memastikan draf regulasi akan terlebih dahulu diuji publik sebelum disahkan secara resmi. Dengan demikian, masyarakat dapat memberikan masukan, kritik, maupun dukungan atas isi dari regulasi tersebut. “Itu juga kan kita nanti di dalam Bapemperda sendiri juga akan ada uji publik kan,” katanya.

Transparansi dan partisipasi publik, menurut Novan, adalah bentuk komitmen lembaga legislatif untuk menjadikan setiap kebijakan yang dihasilkan bersifat inklusif dan berpihak pada kepentingan masyarakat luas. “Adapun draf-draf yang ada ini mereka sampaikan ke masyarakat sebelum masuk ke ranah pengesahan perdanya,” tutupnya. (ADVERTORIAL)

Penulis: Yus Rizal Zulfikar | Penyunting: Nursiah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com