SAMARINDA – Longsoran tanah terjadi di sisi kanan inlet terowongan yang berlokasi di Jalan Sultan Alimuddin, Samarinda, pada Senin (12/05/2025) lalu. Luas area longsor diperkirakan mencapai 210 meter persegi dengan volume runtuhan sekitar 150 metrik kubik. Peristiwa ini diduga kuat disebabkan oleh intensitas hujan tinggi yang berlangsung dalam durasi cukup lama.
Menanggapi kejadian tersebut, Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Samarinda, Muhammad Andriansyah, menyampaikan bahwa secara umum struktur terowongan masih dalam kondisi aman. Ia menjelaskan bahwa penahan tanah di lereng dekat pintu masuk terowongan saat ini masih bersifat sementara dan berfungsi untuk menahan longsoran selama pengerjaan konstruksi berlangsung.
“Kalau terowongan itu sudah ada penjelasan dari Wali Kota, bahwa itu belum permanen. Itu hanya penahan sementara agar proses pembangunan bisa terus berjalan. Tapi secara struktur, Wali Kota Andi Harun sudah menjamin kekuatannya, jadi masyarakat tidak perlu khawatir,” ujar Aan kepada awak media, saat ditemui di Samarinda, Senin (19/05/2025).
Ia menegaskan bahwa keberadaan struktur penahan sementara tersebut sangat krusial guna menjamin keselamatan para pekerja proyek. Oleh karena itu, masyarakat diimbau untuk tetap tenang dan tidak bereaksi secara berlebihan terhadap situasi tersebut.
“Tolong masyarakat jangan panik. Itu memang untuk menahan tanah dulu. Supaya aman selama pengerjaan,” jelas politisi Partai Demokrat tersebut.
Tak hanya menyoroti soal kondisi terowongan, Aan juga mengomentari persoalan banjir yang belakangan semakin sering terjadi di Samarinda. Ia menilai bahwa penanganan bencana masih dilakukan secara parsial, dengan koordinasi antar organisasi perangkat daerah (OPD) yang belum optimal.
“Menurut saya, perlu ada kolaborasi terpadu antara BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah, red), PUPR (Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, red), PERKIM (Perumahan Kawasan Permukiman, red), Dishub (Dinas Perhubungan, red), dan DLH (Dinas Lingkungan Hidup, red). Minimal lima OPD (Organisasi Perangkat Daerah, red) ini harus duduk bersama. BPBD pernah bikin FGD (Focus Group Discussion, red) tentang peta rawan bencana di Samarinda,” katanya.
Aan menambahkan bahwa peran Dinas PUPR sangat vital dalam pembangunan kota, khususnya dalam hal penataan ruang. Oleh karena itu, pihaknya berencana mengundang Dinas PUPR untuk memberikan penjelasan secara menyeluruh kepada Komisi III.
“PUPR itu jiwanya pembangunan. Kalau tata ruang yang mereka buat salah, selesai kita semua. Makanya kami di Komisi III dalam waktu dekat akan hearing dengan PUPR, untuk memastikan bahwa semua pihak bekerja bersama,” tutup Aan. []
Penulis: Guntur Riyadi | Penyunting: Nursiah