(opini 3)
“GURU MOGOK MENGAJAR: MEREKA MENUNTUT HAK, BUKAN MENINGGALKAN MURID ”
(studi kasus kutai barat)
Alya Zakira
Mhs. Ilmu Pemerintahan
Smt 3
Beberapa bulan lalu, publik dikejutkan oleh sebuah berita yang sangat jarang sekali terdengar dari para pendidik. Di Kabupaten Kutai Barat para guru dan pendidik honorer melakukan aksi mogok mengajar pada (17-19 September 2025), yang membuat ruang-ruang kelas hampir sebanyak 150 sekolah negeri, mulai dari SD hingga SMP mendadak kosong. Bukan karena muridnya libur, tetapi karena lebih dari ribuan guru memilih berhenti mengejar dan turun ke jalan untuk melakukan aksi mogok mengajar, hal ini dikarenakan mereka ingin meminta kembali hak mereka untuk kenaikan TPP yang telah dipotong. Namun ini bukan bentuk pembangkangan. Ini adalah respon atas kebijakan yang mereka anggap tidak adil. Para guru berdiri untuk menuntut hak yang sudah lama dijanjikan. Ketidakjelasan penyetaraan Tunjangan Penghasilan Pegawai (TPP) yang dipangkas, lalu honor yang tidak menentu, serta kebijakan yang diambil tanpa mempertimbangkan kondisi guru di lapangan hal ini membuat para guru merasa kesejahteraan mereka dirugikan. Ini menjadi alasan utama aksi mogok mengajar itu terjadi. Padahal, tuntutan itu bukan baru kali ini disampaikan, di berbagai dialog bahkan pertemuan. Namun semua itu tak pernah di benar benar didengarkan, apalagi diwujudkan. Karena itulah mengapa mogok mengajar menjadi seruan terakhir bahwa keadilan bagi guru sudah terlalu lama diabaikan.
Aksi mogok mengajar para guru bukan muncul secara tiba-tiba. dalam Surat Edaran Resmi B/100.3.4/1275/DISDIKBUD-TU.P/IX/2025 yang diterbitkan oleh Bupati Kutai Barat Frederick Edwin yang ditujukan kepada para guru, menjadi puncak dari masalah panjang yang selama ini dibiarkan menggantung begitu saja. Masalah utamanya ya bukan sekedar soal potongan tunjangan tetapi bagaimana kebijakan yang dibuat tanpa mempertimbangkan beratnya beban guru-guru, pemotongan Tunjangan Penghasilan Pegawai (TPP) sama saja seperti memotong hak dasar yang selama ini menjadi penumpang kesejahteraan mereka, dan inilah yang memicu mereka untuk turun ke jalan. Ancaman terhadap hak guru tidak hanya merugikan pendidik tetapi juga mengganggu kualitas pendidikan itu sendiri. Guru yang dituntut profesional bekerja penuh waktu, menyiapkan administrasi, serta menghadapi kelas yang semakin kompleks. Tapi di sisi lain, kebijakan yang mengatur mereka malah mengabaikan suara mereka. Keluhan yang sudah disampaikan melalui beberapa dialog pertemuan bahkan surat edaran pun nggak direspon serius. Sebenarnya mogok mengajar bukan tujuan dari mereka. Ini hanya sinyal keras bahwa ada persoalan struktural yang selama ini diabaikan, guru yang dipandang sebagai garda terdepan pendidikan dipaksa bekerja dalam ketidakpastian dan keputusan yang sepihak. Aksi ini bukan sekedar protes tapi tanda bahwa sistem yang seharusnya melindungi kesejahteraan guru, justru membuat mereka merasa terpojok, di tengah kebijakan yang tidak transparan dan pemerintah daerah yang dirasa gagal memenuhi hak dasar pendidik.
Menurut penulis yang dilakukan oleh para guru bukanlah tindakan sembarangan, melainkan cara supaya mereka didengar ketika menuntut hak yang selama ini terabaikan. Penulis juga menekankan bahwa pemotongan TPP ini jelas berdampak pada kesejahteraan guru, ditambah beban kerja yang semakin berat tanpa kebijakan yang adil, sehingga mogok ini menjadi respon wajar terhadap ketidakadilan yang terjadi. Jika kita berada di posisi mereka pun kita pasti akan melakukan hal yang sama apalagi ketika ketidakadilan terhadap guru bukanlah hal yang bisa di sepelekan. gimana guru dituntut profesional, lalu harus menyiapkan administrasi, dan menghadapi kelas yang kompleks, namun hak mereka sendiri malah terabaikan. penulis mengutip data yang menunjukkan bahwa sekitar 60% guru di kutai barat berdampak potongan TPP hingga 50% dari penghasilan mereka per bulan. dan rata-rata guru mengejar hampir 24 jam per minggu, belum termasuk administrasi dan supervisi tambahan, dengan rasio rata-rata guru dan murid itu 1:35. Dari sini bisa kita lihat bahwa ketimpangan antara tuntutan profesionalisme dan penghargaan yang mereka terima itu gak sebanding. Penulis juga mencatat bahwa aksi mogok dimulai pada 17 september hingga 19 september 2025, di beberapa kecamatan dan melibatkan lebih dari 150 sekolah dan ribuan guru. Penulis menegaskan bahwa makhluk ini bukan soal ego atau politik, melainkan reaksi yang wajar terhadap pemotongan hak yang nyata dan berdampak langsung pada kesejahteraan guru, selain itu penulis juga memberikan pandangan ya apakah profesi guru hanya dipandang sebagai pahlawan tanpa jasa tanpa melihat penderitaan nya?, jadi aksi mogok ini menunjukkan bahwa perjuangan guru adalah untuk menuntut keadilan bukan meninggalkan murid sekaligus mereka melakukan ini untuk menekankan pentingnya penghargaan terhadap guru dalam dunia pendidikan yang selama ini kurang diperhatikan.
Aksi yang dilakukan para guru untuk meminta kenaikan TPP adalah Keresahan yang sudah lama tidak didengar oleh. pemerintah atau pihak terkait. untuk itu pemerintah harus segera membuka ruang dialog dengan guru, mendengarkan aspirasi yang mereka yang selama ini terabaikan, hingga kebijakan yang diambil benar-benar adil dan manusiawi. Pihak Terkait juga dapat mempertimbangkan kembali dan merevisi regulasi TPP dengan melihat beban kerja guru, dapat bertanggung jawab secara profesional dan, dan mengembalikan hak atau kesejahteraan para guru bukan sekedar angka di dokumen. transparansi dan pengawasan perlu ditegaskan agar hak guru tidak dirampas, disertai dukungan pelatihan fasilitas dan insentif tambahan yang memadai. Dengan langkah ini, ketegangan antara guru dan pemerintah dapat di minimal kan, guru tetap dihargai dan kualitas pendidikan terjaga. Keadilan bagi guru bukan hanya soal tunjangan, melainkan pengakuan atas perjuangan mereka yang membentuk generasi bangsa.
REFERENSI
Guru di Kutai Barat Mogok Massal Imbas Kebijakan | Katakaltim.com | Membaca Untuk Negeri https://katakaltim.com/guru-di-kutai-barat-mogok-massal-imbas-kebijakan-pemotongan-tpp
Mogok Massal 5 Ribu Guru Kutai Barat, Tuntut Tunjangan Disetarakan dengan Struktural https://share.google/gqNoi2i1MYyM2Ac8A
Tunjangan Dipotong, Ribuan Guru Ancam Mogok Mengajar https://share.google/JWPbs2sePMANccmi2
Penulis: Alya Zakira
Mahasiswi Ilmu Pemerintahan Semester 3
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan