SAMARINDA – Upaya pelaksanaan muatan lokal (mulok) di sekolah-sekolah Kota Samarinda masih menghadapi kendala serius, terutama terkait ketersediaan tenaga pendidik. Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kota Samarinda, Sri Puji Astuti, menilai keterbatasan sumber daya manusia (SDM) yang berkompeten menjadi hambatan utama. “Ternyata ketersediaan SDM-nya yang kita ini ya,” ujarnya saat ditemui di Kantor DPRD Kota Samarinda, Rabu (10/09/2025) siang.
Puji menyebut sejumlah bidang muatan lokal sulit dilaksanakan karena minimnya guru yang mampu mengajar sesuai kompetensi. “Siapa yang mengajar guru bahasa Kutai, siapa yang bisa mengajar seni tari, siapa yang bisa memberikan pengajaran tentang membuat misalnya bolu peca, lalu siapa yang bisa mengajar tentang kearifan lokal kita, misalnya tentang keberadaan amplang,” ungkapnya.
Ia menambahkan, hampir 800 satuan pendidikan di Samarinda membutuhkan guru dengan kualifikasi khusus agar pelajaran mulok bisa diterapkan merata. Namun, saat ini baru segelintir sekolah yang mampu menjalankannya. “Jadi jadi mungkin hanya contohnya dari hampir hampir 800 sekolah satuan pendidikan di Kota Samarinda itu kan kalau mulok dimasukkan dalam kurikulum kita perlu ketersediaan,” jelasnya.
Puji mencontohkan SMP Negeri 2 yang sudah memiliki tenaga pengajar seni tari. Namun, kondisi serupa belum merata di sekolah lain. “Jadi saat ini hanya menurutnya SMP 2, ada tari-tarian yang bisa mengajar,” katanya. Ia menyayangkan tidak adanya keseragaman dalam pelaksanaan muatan lokal, termasuk pengajaran bahasa Kutai. “Tapi kan nggak semua sekolah bisa harusnya kan seragam ya,” ucapnya.
Lebih jauh, Puji mengingatkan bahwa generasi sebelumnya pernah mendapat pelajaran bahasa Kutai secara formal dengan dukungan buku ajar. Kini, materi tersebut sudah tidak lagi tersedia. “Kan kita dulu punya, waktu jamannya saya sih diajarin bahasa Kutai, ada bukunya, sekarang nggak ada,” katanya.
Menurutnya, penting bagi pemerintah untuk menyiapkan strategi jangka panjang, termasuk menyekolahkan guru agar memiliki sertifikasi dan kompetensi. “Kita membuat mulok sebagai kearifan lokal di Kota Samarinda tetapi ketersediaan SDM-nya itu yang nanti kaitannya dengan anggaran lagi karena kita mungkin harus menyekolahkan guru,” ungkapnya.
Ia mencontohkan, guru bisa dikirim ke sekolah seni di Yogyakarta untuk mendalami seni tari dan bidang kebudayaan lain. Selain itu, kebutuhan pengajar seni musik tradisional juga harus diperhatikan. “Ini tadi musik sape, itu kan harus ada ahlinya, bukan hanya orang-orang yang ahli memainkan, tetapi kan harus ada bukti literasinya itu ya,” tegasnya.
Puji menekankan, tanpa SDM yang mumpuni, muatan lokal tidak akan berjalan optimal. “Itu yang kita belum punya,” pungkasnya.[] ADVERTORIAL
Penulis: Yus Rizal Zulfikar | Penyunting: Rasidah
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan