Komisi I DPRD Samarinda Tinjau Sengketa Tanah TNI dan Warga

SAMARINDA – Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Samarinda turun langsung ke lapangan untuk meninjau sengketa batas tanah antara warga Kecamatan Samarinda Seberang, Luther Kapuangan, dengan Kompi C TNI AD di kawasan Jalan APT Pranoto, Sungai Keledang, Samarinda Seberang, Kamis (06/11/2025).

Ketua Komisi I DPRD Samarinda, Samri Shaputra, menjelaskan bahwa persoalan bermula dari proyek pembangunan pagar rumah sakit tentara yang didanai melalui APBD Kota Samarinda. Pembangunan tersebut diduga menutup saluran drainase milik warga, sehingga menghambat aliran pembuangan air dari rumah Luther.

“Keluarga Luther mengaku lahannya berkurang sekitar setengah meter karena pembangunan pagar itu. Sementara dari pihak TNI AD, mereka justru mengklaim bahwa tanah milik mereka yang berkurang sekitar 30 sentimeter,” jelas Samri kepada awak media.

Akibat adanya klaim yang saling bertentangan, kedua pihak belum menemukan titik temu terkait batas pasti lahan masing-masing. Untuk itu, Komisi I DPRD Samarinda memutuskan melibatkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) guna melakukan pengukuran ulang sekaligus menentukan titik koordinat resmi berdasarkan dokumen sertifikat yang dimiliki.

“Pihak TNI membawa salinan sertifikat tanah mereka, sementara dari pihak warga belum memiliki dokumen serupa. Maka langkah terbaik adalah menghadirkan BPN agar pengukuran dilakukan secara objektif. Setelah koordinat batas tanah ditentukan, barulah bisa diketahui siapa yang harus menyesuaikan bangunannya,” ungkap Samri.

Dalam peninjauan tersebut, DPRD Samarinda menemukan bahwa kedua pihak telah membangun pagar permanen di lokasi yang menjadi objek sengketa. Kedua pagar itu berdiri berdekatan dan menutup sebagian area drainase yang selama ini digunakan warga sebagai saluran pembuangan air.

“Adanya dua pagar ini menyebabkan air tidak bisa mengalir, sehingga menimbulkan keluhan dari warga sekitar,” ujar Samri, yang juga merupakan wakil rakyat dari daerah pemilihan Samarinda Seberang, Palaran, dan Loa Janan Ilir.

Samri menegaskan, setelah BPN menetapkan batas resmi lahan, pihak yang terbukti melampaui batas tanah wajib membongkar pagar yang telah dibangun. Ia juga mengingatkan agar semua pihak menghormati hasil pengukuran BPN demi penyelesaian yang damai tanpa memperpanjang konflik.

“Kalau nanti hasil pengukuran menunjukkan lahan itu milik TNI AD, maka warga harus membongkar pagarnya. Sebaliknya, jika memang lahan itu milik warga, maka pihak TNI AD yang harus menyesuaikan,” tutup Samri.

Kunjungan tersebut diharapkan menjadi langkah awal untuk meredakan ketegangan dan mencari solusi objektif berdasarkan data hukum pertanahan yang sah, agar kedua belah pihak memperoleh kepastian hukum dan hubungan sosial di lingkungan sekitar tetap terjaga baik. [] ADVERTORIAL

Penulis: Guntur Riyadi | Penyunting: Rasidah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com