KUTAI KARTANEGARA – Dinas Perkebunan Kabupaten Kutai Kartanegara (Disbun Kukar) menyoroti secara serius bagaimana kondisi infrastruktur jalan menjadi faktor krusial yang secara langsung memengaruhi harga Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit di tingkat petani.
Meskipun pasar untuk TBS sendiri relatif stabil, biaya transportasi yang melonjak akibat kondisi jalan yang rusak parah sering kali menggerus pendapatan yang seharusnya diterima oleh para petani.
Kepala Bidang Usaha dan Penyuluhan Disbun Kukar, Samsiar, menjelaskan bahwa untuk penjualan hasil panen, saat ini petani tidak menemui kendala berarti di pasar.
“Begitu panen, sehari-dua hari pasti laku ditimbang. Namun, yang jadi kendala biasanya kondisi jalan rusak.” ungkapnya kepada Beritaborneo.com di Tenggarong, Jumat (23/05/2025).
Ia memaparkan lebih lanjut bahwa harga TBS yang diterima petani sangat dipengaruhi oleh jarak dari kebun ke titik penimbangan atau pabrik, serta berapa kali proses angkut yang harus dilalui.
Petani yang kebunnya berada di dekat jalan besar dengan akses yang mudah cenderung mendapatkan harga yang lebih baik. Ini karena biaya angkut mereka jauh lebih murah dan efisien. Sebaliknya, petani yang berada di area terpencil dengan kondisi jalan yang buruk harus menanggung biaya operasional yang jauh lebih tinggi, secara langsung memotong keuntungan mereka.
“Ada yang dari blok-blok jauh, dikumpulkan dulu, baru diangkut ke jalan panen, lalu diangkut lagi dengan mobil ke jalan besar, baru pindah ke truk menuju timbangan,” papar Samsiar.
Ia menegaskan, semakin banyak proses, biaya operasional makin tinggi memengaruhi harga diterima petani.
“Situasi ini jelas menunjukkan bahwa perbaikan jalan bukan hanya tentang mobilitas, tetapi juga tentang keadilan ekonomi bagi petani,” imbuhnya.
Menyadari dampak vital ini, Disbun Kukar berupaya mendorong dan menganggarkan perbaikan infrastruktur jalan secara berkelanjutan. Harapannya, langkah ini dapat secara signifikan membantu menekan biaya produksi yang ditanggung petani dan pada akhirnya meningkatkan margin keuntungan mereka.
Dengan demikian, kesejahteraan petani sawit di Kukar dapat lebih optimal, memungkinkan mereka untuk menikmati hasil jerih payah mereka secara lebih adil.[]
Penulis: Jemi Irlanda Haikal | Penyunting: M. Reza Danuarta