SAMARINDA – Permasalahan lubang tambang batu bara di Kota Samarinda kembali mencuat setelah seorang warga meninggal dunia pada Jumat (12/08/2025). Insiden tragis ini menambah daftar korban jiwa akibat lubang tambang di Kalimantan Timur (Kaltim) menjadi 52 orang.
Kejadian tersebut kembali membuka luka lama sekaligus menegaskan bahwa masalah reklamasi pasca tambang masih jauh dari kata tuntas. Lubang-lubang bekas galian yang terbengkalai terus menjadi ancaman nyata bagi keselamatan masyarakat, khususnya di sekitar lokasi tambang.
Anggota Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Samarinda, Anhar, menilai kondisi ini sudah sangat mengkhawatirkan. Ia menyebut persoalan tersebut tidak terlepas dari lemahnya pengawasan pemerintah dan rendahnya tanggung jawab perusahaan dalam melaksanakan reklamasi.
“Sebenarnya dari dulu harus ada tanggung jawab pemilik konsesi itu, bagaimana mengantisipasi dengan ada rambu-rambu dan pengawasan khusus supaya tidak terjadi korban lobang bekas tambang,” ujar Anhar kepada awak media saat ditemui di Samarinda, Senin (22/09/2025).
Menurut Anhar, langkah Wali Kota Samarinda yang menargetkan kota ini bebas tambang pada 2026 patut diapresiasi. Namun, ia mengingatkan bahwa lubang-lubang bekas tambang yang tidak ditangani serius tetap menjadi ancaman serius bagi masyarakat.
“Permasalahan ini sudah menjadi tanggung jawab utama perusahaan tambang yang memiliki izin operasi di daerah tersebut. Sebagian besar lubang tambang dibiarkan terbuka tanpa reklamasi, memperparah kerusakan lingkungan sekaligus menimbulkan korban jiwa,” ungkapnya.
Politisi dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu menegaskan, penghentian tambang pada 2026 tidak serta-merta menyelesaikan masalah. Yang lebih mendesak adalah memastikan bekas galian tambang direklamasi secara benar agar tidak lagi memakan korban.
“Tahun 2026 sudah tidak boleh lagi ada tambang di Samarinda dan menjadi masalah sekarang ini adalah bekas-bekas galian tambang jangan terjadi seperti ini lagi,” kata Anhar.
Ia juga menyoroti pentingnya revisi kebijakan dana jaminan reklamasi agar nilainya sebanding dengan skala kerusakan lingkungan yang ditimbulkan. Menurutnya, tanpa perbaikan regulasi dan ketegasan pemerintah, perusahaan akan terus abai terhadap kewajiban reklamasi.
“Reklamasi tak berjalan, yang paling penting adalah memastikan perusahaan memenuhi kewajiban reklamasi sesuai ketentuan,” tutup wakil rakyat dari daerah pemilihan Kecamatan Palaran, Samarinda Seberang, dan Loa Janan Ilir itu.
Tragedi ini menambah panjang daftar korban yang jatuh di lubang bekas tambang. Masyarakat berharap agar pemerintah bersama perusahaan benar-benar serius menangani persoalan ini, sehingga tidak ada lagi nyawa yang melayang sia-sia di lubang maut tersebut. [] ADVERTORIAL
Penulis: Guntur Riyadi | Penyunting: Rasidah
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan