KUTAI KARTANEGARA — Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) menaruh perhatian serius terhadap pengembangan pariwisata berbasis alam dengan mengedepankan peran aktif masyarakat. Melalui pendekatan yang inklusif dan berkelanjutan, Dinas Pariwisata Kukar mulai mendorong kolaborasi antara pemerintah daerah dan warga desa dalam menggali potensi wisata alam yang tersebar di berbagai wilayah.
Ridha Patrianta, Kepala Bidang Pengembangan Destinasi Wisata Dinas Pariwisata Kukar, menyatakan bahwa hingga saat ini tercatat sebanyak 109 destinasi wisata di Kukar, mayoritas di antaranya merupakan daya tarik berbasis alam. Menurutnya, angka tersebut masih bisa bertambah karena belum semua potensi dieksplorasi secara maksimal.
“Dari total yang kami data, ada kurang lebih 109 daya tarik wisata, dan yang terbanyak adalah berbasis alam. Saya yakin jumlah sebenarnya bisa lebih dari itu karena masih banyak lokasi yang belum terbuka atau terpetakan,” ungkap Ridha di Tenggarong, Selasa (10/06/2025).
Kukar, dengan kekayaan alam berupa sungai, gua, hutan tropis, hingga perbukitan, memiliki keunggulan geografis yang mendukung pengembangan wisata alam. Salah satu contoh kawasan yang mulai diarahkan menjadi destinasi ekowisata adalah Goa di Desa Sanggulan, yang tidak hanya menyuguhkan pesona alam, tetapi juga mendorong konservasi dan edukasi lingkungan.
Namun, Ridha menegaskan bahwa upaya pengembangan tersebut tidak bisa dilakukan secara tergesa-gesa. Pemerintah daerah lebih memilih mendorong partisipasi warga agar terlibat aktif dalam pengelolaan.
“Kami tidak serta-merta mengelola langsung. Kami mendorong komitmen masyarakat lokal untuk turut terlibat. Mereka perlu menyadari bahwa potensi di daerahnya bisa menjadi sumber pendapatan dari sektor pariwisata,” jelasnya.
Melalui pembentukan kelompok sadar wisata (Pokdarwis), warga diberdayakan untuk memahami potensi lokal, menyusun paket wisata, hingga mempromosikan destinasi mereka. Pelatihan teknis hingga penyusunan agenda tahunan yang mendukung konsep ekowisata juga diberikan agar pengelolaan wisata tetap selaras dengan prinsip konservasi.
Ridha mengingatkan bahwa ekowisata memiliki karakteristik berbeda dari pariwisata massal. “Kalau ekowisata itu pengunjungnya terbatas, tidak massal. Kita juga harus menghitung dampak kunjungan seperti sampah dan kerusakan lingkungan. Jadi pelaksanaannya memang bertahap dan sangat hati-hati,” ujarnya.
Tahun ini, Dispar Kukar berencana menggelar pelatihan khusus bagi pemandu ekowisata serta mendampingi penguatan organisasi masyarakat pengelola wisata. Melalui pendekatan berbasis komunitas ini, Kukar berharap wisata alam tidak hanya menjadi sumber pendapatan daerah, tetapi juga menguatkan kesadaran kolektif dalam menjaga kelestarian lingkungan.[] ADVERTORIAL
Penulis: Jemi Irlanda Haikal | Penyunting: Rasidah