KUTAI KARTANEGARA – Warisan budaya yang hidup dan tumbuh di Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) tidak hanya bersumber dari tradisi asli masyarakat Kutai, tetapi juga mendapat pengaruh besar dari keberagaman komunitas yang menetap di daerah ini. Keberagaman tersebut menciptakan ruang sosial budaya yang dinamis dan menjadi cerminan dari kekayaan budaya Indonesia secara menyeluruh.
Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kukar, Puji Utomo, mengungkapkan bahwa banyak komunitas dari berbagai latar belakang etnis turut mengambil bagian dalam membentuk lanskap kebudayaan Kukar. Hal itu ia sampaikan pada Rabu (30/07/2025) ketika menanggapi potret budaya yang berkembang di wilayah ini.
“Data kesenian daerah di Tenggarong cukup banyak. Ada kesenian lokal dan komunitas seperti Baraka, Marsupu, Jawa, Bugis, Sumatera, Sulawesi, hingga Nusa Tenggara. Kukar ini bisa dibilang miniatur Nusantara,” ujarnya.
Menurut Puji, hadirnya komunitas-komunitas dari luar daerah tidak hanya memperkaya ekspresi kesenian di Kukar, tetapi juga memperkuat semangat toleransi dan interaksi lintas budaya di tengah masyarakat. Meski begitu, ia menegaskan bahwa budaya lokal Kutai tetap menjadi fondasi utama dalam pembentukan identitas daerah.
Kukar dikenal memiliki berbagai jenis kesenian yang masih dijaga kelestariannya hingga kini. Beberapa di antaranya adalah seni musik gambus, tingkilan, tari jepen, budaya keraton, dan budaya masyarakat pesisir maupun pedalaman. Kawasan Kedaton juga menjadi pusat pelestarian nilai-nilai adat, seperti pelaksanaan ritual Erau dan pentas tarian khas seperti topeng dan ganjar-ganjur. Tradisi-tradisi tersebut umumnya diwariskan secara turun-temurun di kalangan keluarga bangsawan.
Dalam kondisi perkembangan zaman yang begitu cepat, Puji mengungkapkan kekhawatirannya akan kelangsungan pelaku seni tradisional. Ia menyebut masih ada maestro yang terus menjaga warisan budaya meskipun usia mereka tidak lagi muda. “Beberapa maestro masih setia menjaga warisan budaya ini. Salah satunya penari gong dari Dayak Kenyah yang kini sudah lanjut usia, tapi masih aktif mengenalkan tariannya,” tambahnya.
Ia menilai bahwa regenerasi pelaku seni menjadi langkah krusial untuk menjamin keberlanjutan budaya lokal di tengah tantangan modernisasi. Peran institusi pendidikan dan komunitas, menurutnya, harus diperkuat dalam proses pewarisan nilai dan keterampilan budaya. “Kita tidak ingin budaya ini hilang dimakan zaman. Regenerasi harus dilakukan, termasuk melalui pendidikan dan dukungan komunitas,” tegasnya.
Upaya pelestarian budaya di Kukar tidak hanya bergantung pada pemerintah, tetapi juga pada kesadaran kolektif seluruh lapisan masyarakat. Dengan kerja sama yang solid, warisan budaya yang telah menjadi identitas daerah diharapkan dapat tetap hidup dan relevan sepanjang zaman.[] ADVERTORIAL
Penulis: Anggi Triomi | Penyunting: Rasidah
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan