KUTAI KARTANEGARA – Dinas Perkebunan (Disbun) Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) mengimbau masyarakat untuk tidak lagi melakukan kerja sama pengelolaan lahan secara lisan tanpa dokumen resmi. Peringatan ini disampaikan karena meningkatnya laporan sengketa antara warga dan perusahaan akibat kesepakatan yang tidak dituangkan dalam perjanjian tertulis. Tanpa dasar hukum yang jelas, potensi konflik dinilai sangat tinggi dan kerap berujung pada ketidakpastian bagi kedua belah pihak.
Dalam berbagai kasus yang diterima Disbun Kukar, permasalahan biasanya muncul ketika kesepakatan informal yang dilakukan di awal tidak lagi sejalan dengan kondisi di lapangan. Ketika muncul klaim baru, perubahan kepemilikan lahan, atau perbedaan interpretasi mengenai pembagian hasil, kedua belah pihak tidak memiliki dokumen sah yang dapat menjadi rujukan penyelesaian. Situasi ini membuat konflik semakin sulit diselesaikan karena tidak adanya pegangan legal sebagai dasar penyidilan.
Kepala Bidang Usaha dan Penyuluhan Disbun Kukar, Samsiar, menegaskan bahwa kesepakatan lisan rawan menimbulkan multi-tafsir dan berpotensi merugikan masyarakat. “Kami melihat banyak sengketa muncul karena tidak adanya perjanjian resmi. Masyarakat hanya mengandalkan kepercayaan awal, padahal tanpa dokumen tertulis sangat sulit menentukan siapa yang benar ketika konflik muncul,” ucapnya di Tenggarong, Rabu (13/08/2025).
Ia menjelaskan bahwa sejumlah konflik bermula dari lahan yang awalnya bersifat kolektif, namun seiring waktu muncul sertifikat baru atas nama pihak lain. Perubahan tersebut menimbulkan kebingungan, terutama ketika perusahaan harus menentukan siapa yang berhak menerima bagian hasil. “Banyak masyarakat datang membawa klaim masing-masing, tetapi tidak ada bukti tertulis yang menunjukkan siapa pemilik sah. Ketika tidak ada dokumen, perusahaan pun ragu mengambil keputusan. Inilah yang membuat persoalan semakin rumit,” tambahnya.
Menurut Samsiar, perjanjian tertulis bukan hanya menjadi bukti legal, tetapi juga pedoman lengkap mengenai hak dan kewajiban masing-masing pihak. Dalam perjanjian tersebut harus tercantum skema bagi hasil, tanggung jawab operasional, jangka waktu kerja sama, serta mekanisme penyelesaian perselisihan. Dengan demikian, setiap potensi masalah dapat diselesaikan berdasarkan kesepakatan yang sudah ditandatangani sejak awal.
Ia menekankan bahwa masyarakat perlu memahami risiko besar jika kerja sama dilakukan tanpa dokumen. “Perjanjian tertulis melindungi masyarakat. Kalau semua sudah jelas sejak awal, maka setiap persoalan bisa diselesaikan berdasarkan kesepakatan yang sah, bukan lagi saling klaim,” tuturnya.
Sebagai langkah preventif, Disbun Kukar memastikan siap memfasilitasi masyarakat yang ingin menjalin kemitraan dengan perusahaan perkebunan. Pemerintah daerah telah memiliki petunjuk teknis (juknis) resmi yang menjadi acuan dasar bagi kedua pihak agar kerja sama berjalan transparan, adil, dan memiliki kepastian hukum.
“Disbun Kukar siap memberikan fasilitasi jika ada masyarakat yang akan bekerja sama dengan perusahaan perkebunan. Kami punya juknis kerja sama yang wajib disepakati dan dijalankan oleh kedua belah pihak agar tidak ada pihak yang dirugikan,” tegasnya.
Juknis tersebut mengatur tata cara penyusunan perjanjian, pembagian hak dan kewajiban, standar legalitas lahan, hingga mekanisme penyelesaian sengketa. Dengan pedoman yang jelas, masyarakat tidak perlu lagi khawatir terhadap risiko kerja sama yang berpotensi merugikan mereka di kemudian hari.
Samsiar juga mendorong masyarakat agar melakukan konsultasi sebelum menandatangani perjanjian dengan perusahaan. Ia menilai pendampingan sejak awal dapat mencegah banyak persoalan yang selama ini sering muncul akibat ketidaktahuan atau minimnya dokumen legal.
“Kami terbuka untuk pendampingan. Jangan sampai masyarakat terjebak dalam kerja sama tanpa kejelasan. Gunakan jalur resmi agar semua aman,” tutupnya.
Dengan imbauan tersebut, Disbun Kukar berharap masyarakat semakin memahami pentingnya legalitas dalam setiap bentuk kemitraan, terutama di sektor perkebunan. Pemerintah menegaskan bahwa kepastian hukum adalah kunci untuk mencegah sengketa dan memastikan hak masyarakat tetap terlindungi. [] ADVERTORIAL
Penulis: Jemi Irlanda Haikal | Penyunting: Rasidah
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan