SAMARINDA – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) meminta pemerintah provinsi lebih serius memperhatikan keberlangsungan operasional sekolah swasta, khususnya terkait subsidi honor guru serta kebutuhan biaya operasional SMA dan SMK swasta.
Dorongan ini disampaikan Anggota Komisi IV DPRD Kaltim, Fadly Imawan, usai rapat dengar pendapat mengenai Bantuan Operasional Sekolah Daerah (BOSDA) bersama sejumlah pemangku kepentingan di Gedung E DPRD Kaltim, Senin (25/08/2025).
Menurut Fadly, keberadaan sekolah swasta selama ini menjadi mitra penting pemerintah dalam menyediakan layanan pendidikan, sehingga keberadaannya perlu lebih dihargai. “Ada persoalan mengenai subsidi honor. Sekolah swasta sebagai mitra pemerintah tentu ingin keberadaannya dihargai. Dalam rapat tadi juga disampaikan, program Gratispol sebaiknya baru dijalankan pada 2026 agar tidak mengganggu regulasi yang berlaku di tahun ini,” ujarnya.
Ia menjelaskan, sejumlah sekolah swasta telah menyusun rencana operasional sejak awal tahun. Namun, muncul kekhawatiran setelah adanya program Gratispol, yang dinilai membatasi sekolah untuk memungut iuran dari siswa.
“Beberapa sekolah sebenarnya sudah menyusun rancangan awal operasional. Namun, dengan masuknya program Gratispol, muncul anggapan bahwa sekolah tidak boleh lagi memungut iuran dari siswa,” jelasnya.
Fadly menambahkan, kondisi ini menimbulkan kebingungan di kalangan pengelola sekolah swasta mengenai cara menutup kekurangan biaya operasional. “Akibatnya, sekolah bertanya-tanya bagaimana menutupi kekurangan biaya operasional yang sudah dianggarkan. Tadi sudah ditegaskan, pemerintah memiliki batasan dalam memberikan bantuan, dan sisanya dipersilakan untuk dipungut secara wajar dari masyarakat,” katanya.
Ia menegaskan, regulasi mengenai batasan tersebut sudah jelas. “Regulasi itu memang sudah ada. Misalnya, kebutuhan sekolah mencapai Rp300 ribu, sementara pemerintah hanya mampu menanggung Rp150 ribu. Kekurangannya, yakni Rp150 ribu, dapat dialokasikan melalui SPP yang dibayarkan siswa kepada sekolah swasta,” ungkapnya.
Karena itu, ia menilai sistem yang berlaku adalah subsidi, bukan pembiayaan penuh dari pemerintah. “Artinya sistem yang berlaku adalah subsidi. Karena pemerintah tidak sanggup menanggung 100 persen, maka sisanya dibolehkan dipenuhi oleh pihak sekolah. Nantinya hal ini akan dibahas lebih lanjut dalam anggaran perubahan,” pungkasnya.
Dengan adanya pernyataan ini, DPRD Kaltim berharap pemerintah provinsi segera mengambil langkah konkret untuk menjaga keberlangsungan sekolah swasta di Kalimantan Timur. Sebab, tanpa dukungan yang memadai, keberadaan sekolah swasta yang selama ini menopang akses pendidikan ribuan siswa dikhawatirkan akan terancam.[] ADVERTORIAL
Penulis: Rifky Irlika Akbar | Penyunting: Rasidah
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan