SAMARINDA – Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Samarinda tengah mempersiapkan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) mengenai Pencegahan dan Penanggulangan Tuberkulosis (TB) serta HIV/AIDS. Upaya ini merupakan kelanjutan dari inisiatif yang telah dirintis sejak periode sebelumnya.
Wakil Ketua Komisi IV DPRD Samarinda, Sri Puji Astuti, menjelaskan bahwa gagasan penyusunan raperda ini berasal dari kebutuhan mendesak untuk memperkuat penanganan dua penyakit menular tersebut di daerah. “Ini kan inisiasi dari Komisi IV, ya, periode lalu sih, inisiasi untuk membuat raperda tentang pencegahan dan penanggulangan TB, HIV, karena gini, di Kota Samarinda sudah punya perda HIV, ya, tapi itu tahun 2009 kalau nggak salah,” ucapnya saat ditemui di Gedung DPRD Kota Samarinda, Senin (28/07/2025).
Menurut Sri Puji, landasan penyusunan raperda ini telah diperkuat dengan kajian akademik yang dilakukan sejak beberapa tahun lalu. Salah satunya adalah hasil penelitian dari Universitas Widya Gama yang telah dirampungkan pada 2018. “Lalu ada kajian akademis yang dilakukan oleh Widya Gama itu tahun 2018, itu ada semua bukunya,” jelasnya.
Ia juga menekankan bahwa meskipun Kota Samarinda telah memiliki Perda HIV sejak tahun 2009, namun realitas di lapangan menunjukkan bahwa kasus HIV maupun TB masih terus meningkat. “Tapi, kan, kasus-kasus ini secara nasional itu meningkat, bukan hanya di Kota Samarinda, tapi di seluruh Indonesia, ya,” ujarnya.
Dari sisi regulasi, Sri Puji mengakui bahwa pemerintah pusat sebenarnya telah menyediakan sejumlah dasar hukum yang cukup lengkap. Mulai dari Undang-Undang, Peraturan Presiden, Peraturan Menteri Kesehatan, hingga Peraturan Kepala Daerah, seluruhnya telah mengatur upaya penanggulangan TB dan HIV/AIDS. “Nah, sudah ada undang-undangnya tentang penanggulangan TB, Undang-undang Kesehatan terbaru sudah, itu tuh mencakup permenkesnya, peraturan presiden-nya, per-gup-nya, perwali-nya juga kita punya tentang penanggulangan TB,” ungkapnya.
Namun demikian, ia menyoroti lemahnya implementasi di lapangan. Salah satu persoalan utama adalah terbatasnya dukungan anggaran serta minimnya partisipasi aktif dari masyarakat. “Penyelenggaraan penanggulangan TB itu sudah ada di Kota Samarinda, tetapi selama ini kita untuk yang kita lakukan di lapangan ternyata pendanaan itu masih kurang, dukungan-dukungan dari masyarakat juga masih kurang,” keluhnya.
Sri Puji menambahkan, sejumlah organisasi masyarakat sebenarnya sudah aktif melakukan berbagai inisiatif penanggulangan secara mandiri. Meski demikian, gerakan tersebut tidak bisa berjalan optimal tanpa dukungan dari pemerintah. “Dibuatlah organisasi swasta itu membuat semacam gerakan, tetapi itu kan juga nggak bisa bergerak tanpa pendanaan terutama pendanaan dari pemerintah, dukungan dari pemerintah,” pungkasnya.
Komisi IV berharap dengan adanya raperda ini, penanganan TB dan HIV/AIDS dapat dilakukan secara lebih terintegrasi, terarah, dan berkelanjutan, baik melalui dukungan kebijakan, anggaran, maupun sinergi antarpemangku kepentingan. [] ADVERTORIAL
Penulis: Yus Rizal Zulfikar | Penyunting: Rasidah
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan