PARLEMENTARIA KALTIM – Operasional PT Multi Harapan Utama (MHU) di dusun Batu Hitam, Desa Loa Duri Ulu, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), Provinsi Kalimantan Timur dinilai merugikan warga setempat. Warga setempat yang tergabung dalam Kelompok Tani Sri tak bisa menggarap lahan mereka karena aktivitas tambang batu bara MHU sejak 2016 silam.
Hal tersebut lalu diadukan ke Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kaltim. Pada Selasa (07/03/2023) di Gedung E Lantai 1 Kantor DPRD Kaltim, Jalan Teuku Umar, Samarinda, digelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dan dipimpin Seno Aji, Wakil Ketua DPRD Kaltim dari Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra). Sedangkan Kelompok Tani Sri didampingi aktivis dari Dewan Pengurus Cabang Projo Kutai Kartanegara (Kukar).
Dalam pertemuan tersebut, para petani mengaku mengalami kerugian tak sedikit, mencapai hingga Rp1,3 miliar, dari luas area sebesar 5,2 hektare yang terkena dampak operasional MHU selama bertahun-tahun. MHU mulai masuk ke wilayah sekitar Dusun Batu hitam sejak 2012, setahun berikutnya setelah dilakukannya sosialisasi ke warga setempat MHU kemudian mulai melakukan operasi kerjanya.
Namun selang setahun berikutnya yakni tepatnya pada 2014 silam, lahan sawah warga sekitar mulai tercemar limbah tambang PT MHU. Dampaknya, parit pertanian sepanjang kurang lebih 1.800 meter rusak parah. Puncaknya di 2016, lahan sawah produktif milik warga seluas 5,2 hektare kemudian tidak dapat lagi ditanami padi.
Di akhir RPD, Seno Aji yang diwawancara para awak media mengungkapkan, hingga saat ini angka penggantian yang diminta warga turun menjadi Rp700 juta dari permintaan awal sebesar Rp1,3 miliar. “Dari Rp1,3 miliar, warga menurunkan dana kompensasi menjadi Rp700 juta. Namun dari MHU masih berkutat di angka Rp100 juta,” ujar wakil rakyat dari daerah pemilihan Kukar ini.
Kedua belah pihak belum menemui kesepakatan atas perihal bentuk dana kompensasi atau nilai ganti rugi lahan 5,2 hektare tersebut. Menurutnya Angka Rp100 juta yang ditawarkan PT MHU bukan penawaran tetap, angka tersebut masih bisa bertambah.
“Bukan deal-nya Rp700 juta, itu permintaan kelompok tani. Kemudian permintaan dari MHU Rp100 juta. Pastinya ini akan naik turun, kita tunggu saja karena perwakilan dari MHU akan menyampaikan nilai Rp700 juta ke manajemen pusat MHU. Selambatnya, mereka (perwakilan MHU) akan menjawab atau menyampaikan respons dari manajemen pusat MHU kepada warga pada Senin (13/3/2023) mendatang,” terang Seno, sapaan akrabnya.
Di tempat yang sama, perwakilan MHU Samri menyampaikan, pihaknya sudah melakukan langkah berupa normalisasi parit pada lokasi terdampak melalui kesepakatan bersama. Normalisasi parit secara manual atau swadaya dilakukan sepanjang kurang lebih 800 meter. Lalu, menggunakan alat berat sepanjang kurang lebih 2.000 meter.
Mengenai kompensasi, MHU memberi tawaran ganti rugi lahan warga sebesar Rp100 juta. Namun, kompensasi ini belum menemui kesepakatan perihal bentuk dan atau nilai ganti ruginya. Dengan catatan, angka Rp100 juta yang ditawarkan ini bukan nilai tetap dan masih bisa bertambah. “Kami lakukan normalisasi dengan dua metode, dengan menggunakan alat berat dan manual. Kalau untuk kompensasi, kami akan memberi kepastian setelah para pimpinan PT MHU menyepakatinya,” ujarnya kepada para pewarta. []
Penulis: Fajar Hidayat | Penyunting: Hadi Purnomo