JAKARTA – Presiden Prabowo Subianto menanggapi insiden kekerasan aparat yang mencuat dalam aksi demonstrasi beberapa waktu lalu. Usai menjenguk 17 korban luka, baik dari pihak kepolisian maupun masyarakat, di Rumah Sakit Polri, Jakarta Timur, Senin (01/09/2025), Prabowo menyampaikan bahwa dalam tugas menjaga ketertiban, aparat bisa saja khilaf atau terpaksa melakukan tindakan di luar kendali.
“Saya datang karena polisi kadang-kadang… Iya, namanya menegakkan hukum, kadang-kadang ada yang khilaf, kadang-kadang ada yang keterpaksaan,” kata Prabowo. Ia menegaskan, Polri akan menindak setiap anggota yang terbukti bersalah, tetapi publik juga diminta mengingat bahwa banyak anggota polisi yang berkorban menjaga keamanan di seluruh pelosok negeri.
“Ini sedang diselidiki, kalau ada kesalahan akan ditindak. Tapi jangan lupa, puluhan petugas yang berkorban, polisi siang malam menjaga keamanan di seluruh pelosok tanah air,” imbuhnya. Menurut Prabowo, pihak yang paling bertanggung jawab atas jatuhnya korban adalah mereka yang menciptakan kerusuhan. “Kalau ada korban yang benar-benar salah adalah yang membuat kerusuhan sampai rakyat tidak berdosa, korban,” ucapnya.
Kasus terbaru yang menyulut perhatian publik adalah insiden kendaraan taktis Brimob melindas pengemudi ojek daring, Affan Kurniawan, pada Kamis (28/8/2025). Peristiwa tersebut menimbulkan gelombang protes luas dan mendorong Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri melakukan penyelidikan.
Kepala Biro Pertanggungjawaban Profesi Polri, Brigjen Pol Agus Wijayanto, menyampaikan bahwa tujuh anggota kepolisian telah diperiksa terkait kasus itu. Mereka adalah personel yang berada di dalam rantis saat kejadian. “Sampai hari ini, akreditor telah melaksanakan pemeriksaan terhadap semua saksi, termasuk orang tua korban, Bapak Zulkifli. Kami juga menganalisis video, foto di media sosial, surat visum et repertum, dan dokumen-dokumen pengamanan lainnya,” ujar Agus dalam konferensi pers di Gedung Humas Polri, Senin (01/09/2025).
Dari hasil penyelidikan, ditemukan dua kategori pelanggaran. Kompol K selaku komandan dan Bripka R yang menjadi sopir rantis dinyatakan melakukan pelanggaran berat, sementara lima anggota lainnya dikenai pelanggaran sedang. “Untuk kategori pelanggaran berat dapat dituntut dengan ancaman pemberhentian tidak dengan hormat. Sementara kategori sedang akan dituntut melalui sidang komisi kode etik Polri,” jelas Agus.
Kasus ini kini menjadi sorotan publik sekaligus ujian bagi Polri dalam menegakkan disiplin internal serta menjaga kepercayaan masyarakat terhadap aparat penegak hukum.[]
Admin05
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan