BALIKPAPAN – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Balikpapan akan mengadakan Rapat Paripurna ke-10 Masa Sidang II Tahun Sidang 2024/2025 pada Jumat (02/05/2025). Rapat yang dijadwalkan pada pukul 09.00 WITA ini akan berlangsung di Ballroom Hotel Grand Senyiur Balikpapan, bukan di gedung DPRD seperti biasanya.
Agenda rapat meliputi penetapan penarikan dan pembentukan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda), termasuk Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Balikpapan 2025–2045 dan Program Pembentukan Peraturan Daerah (Propemperda) untuk tahun anggaran 2025. Meski pembahasan tersebut berkaitan erat dengan perencanaan pembangunan jangka panjang dan pembentukan regulasi, pemilihan lokasi rapat yang tidak biasa ini menimbulkan pertanyaan terkait efisiensi.
Pemilihan hotel berbintang sebagai tempat pelaksanaan rapat legislatif DPRD Kota Balikpapan menuai kritik karena dianggap membebani anggaran daerah yang seharusnya dapat digunakan untuk kepentingan publik lainnya. Di tengah upaya efisiensi anggaran yang tengah digalakkan oleh Presiden Prabowo Subianto, langkah ini dianggap bertentangan dengan semangat penghematan yang seharusnya dilakukan di semua sektor pemerintahan. Banyak pihak menilai bahwa pemilihan lokasi yang jauh dari gedung DPRD dan menggunakan fasilitas hotel berbintang ini tidak mencerminkan upaya serius untuk mengelola keuangan negara secara bijaksana.
Padahal, DPRD Kota Balikpapan sudah memiliki ruang rapat yang memadai dan telah terbukti cukup untuk menyelenggarakan rapat-rapat resmi tanpa perlu menggunakan tempat yang lebih mahal. Apalagi, menggunakan fasilitas hotel berbintang tentunya akan melibatkan biaya sewa ruang, konsumsi, dan berbagai biaya tambahan lainnya yang seharusnya dapat dialokasikan untuk program-program yang lebih langsung berdampak pada masyarakat.
Selain masalah lokasi, agenda rapat yang mencakup penarikan dan perubahan peraturan daerah menunjukkan adanya kendala dalam perencanaan awal regulasi yang disusun oleh DPRD. Salah satu item yang dibahas adalah program pembentukan peraturan daerah (Propemperda) untuk tahun anggaran 2025, yang ternyata masih memerlukan peninjauan ulang. Beberapa regulasi yang masuk dalam Propemperda 2025 belum sepenuhnya siap atau bahkan perlu ditarik kembali karena tidak matang. Hal ini menunjukkan adanya masalah dalam tahap penyusunan awal regulasi, yang tidak hanya menghabiskan waktu, tetapi juga berpotensi memboroskan biaya legislatif.
Keputusan untuk menarik atau mengubah beberapa regulasi ini seharusnya sudah dipertimbangkan dengan matang sejak awal. Keterlambatan atau perubahan mendadak dalam peraturan daerah dapat menciptakan ketidakpastian hukum dan membebani anggaran daerah yang sudah terbatas. Pemborosan semacam ini tentu perlu dihindari, terutama di tengah kondisi ekonomi yang membutuhkan perhatian lebih terhadap efisiensi dan pengelolaan anggaran yang lebih baik.
Secara keseluruhan, pemilihan tempat yang dianggap tidak efisien dan masalah terkait peraturan daerah yang perlu ditarik atau diubah, menjadi gambaran adanya perencanaan yang kurang matang di tingkat legislatif. Hal ini tentunya menjadi perhatian bagi masyarakat yang mengharapkan agar anggaran daerah dapat digunakan secara optimal dan memberikan manfaat sebesar-besarnya untuk kemajuan dan kesejahteraan publik.[]
Penulis: Desy Alfy Fauzia | Penyunting: Risa Nurjanah