PONTIANAK – Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dittipidkor) Bareskrim Polri tengah mengusut kasus dugaan mega korupsi dalam proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 1 di Jungkat, Kabupaten Mempawah, Provinsi Kalimantan Barat. Proyek yang mangkrak ini diduga menyebabkan kerugian negara hingga mencapai Rp1,2 triliun. Kasus ini berlangsung antara tahun 2008 hingga 2018.
Wakil Direktur Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri, Kombes Arief Adiharsa, menyatakan bahwa status kasus ini telah dinaikkan menjadi penyidikan setelah gelar perkara yang diadakan pada 5 November 2024.
“Penyidik telah meningkatkan status penyelidikan menjadi penyidikan terkait dugaan tindak pidana korupsi dalam pembangunan PLTU 1 Kalimantan Barat (2×50 MW), yang terbengkalai dan tidak bisa dioperasikan hingga kini,” ujar Arief dalam keterangan persnya, Senin (10/03/2025).
Proyek pembangunan PLTU yang seharusnya menjadi solusi dalam penyediaan energi listrik di wilayah Kalimantan Barat, justru terbengkalai dan gagal beroperasi sejak 2016. Menurut Arief, proyek ini diduga melanggar hukum dan terdapat penyalahgunaan kewenangan yang menyebabkan kerugian negara dalam jumlah besar.
Lelang pembangunan PLTU 1 Kalbar dimulai pada 2008 dengan pendanaan dari PT PLN (Persero). Setelah proses lelang, konsorsium Kerja Sama Operasi PT Bumi Rama Nusantara (KSO BRN) terpilih sebagai pemenang. Namun, Arief menambahkan bahwa KSO BRN yang menang lelang ternyata tidak memenuhi persyaratan pada tahap prakualifikasi serta evaluasi administratif dan teknis yang dilakukan dalam proses lelang.
Kontrak proyek tersebut akhirnya ditandatangani pada 11 Juni 2009, di mana Direktur Utama PT BRN, RR, mewakili konsorsium BRN, dan FM mewakili PT PLN (Persero). Nilai kontrak proyek ini mencapai USD 80 juta dan Rp507 miliar, atau sekitar Rp1,2 triliun jika dihitung dengan kurs saat ini.
Kasus ini kini terus berkembang dengan penyidik yang mendalami lebih lanjut dugaan penyalahgunaan kewenangan dan proses lelang yang tidak transparan. Pihak berwenang berupaya mengungkap siapa saja yang bertanggung jawab atas kerugian negara yang begitu besar ini.
Proyek PLTU 1 Kalbar menjadi sorotan, mengingat dampaknya yang besar terhadap kelangsungan penyediaan energi di wilayah tersebut. Keberlanjutan penyidikan ini sangat dinantikan untuk memastikan agar pihak yang terlibat dalam korupsi besar ini dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan hukum yang berlaku.
BEROPERASI
Lain halnya dengan Independent Power Producer (IPP) PLTU 1 unit 2 Kalbar di Karimunting, Kabupaten Bengkayang, Kalbar. IPP PLTU Kalbar 1 ini beroperasi lancar sejak uji coba pada 2021 lalu dan memiliki kapasitas daya 2×100 MW. Pembangkit listrik yang dibangun di atas lahan seluas 55 hektare ini adalah milik pengembang PT GCL Indo Tenaga dan dioperasikan PT Cogindo.
Didik Mardianto, yang pernah menjabat selaku General Manager PLN Unit Induk Pembangunan Kalimantan Bagian barat pernah mengemukakan bahwa IPP PLTU 1 Kalbar di Bengkayang ini meningkatkan kemandirian dan ketahanan energi nasional, khususnya di Kalbar. Hingga tahun 2021 lalu, Sistem Kelistrikan Khatulistiwa memiliki daya mampu sebesar 592 MW dengan beban puncak sebesar 398 MW. Dengan demikian, cadangan daya tersedia di Sistem Khatulistiwa mencapai 194 MW. []
Redaksi03
***Berita ini telah beberapa kali direvisi menindaklanjuti permintaan dari manajemen IPP PLTU 1 Kalbar