BALIKPAPAN – Di tengah maraknya peringatan terhadap bahaya judi online, muncul ironi baru: seorang mahasiswi justru memilih menjadi bagian dari masalah itu. L, 23 tahun, warga Samarinda, akhirnya harus berurusan dengan aparat Polda Kalimantan Timur setelah kedapatan menjadi affiliator situs judi daring yang rajin ia promosikan di media sosial. Langkahnya yang semula tampak seperti “pekerjaan mudah dari rumah” kini berubah menjadi penyesalan panjang.
Mahasiswi yang seharusnya menjadi contoh generasi cerdas justru terjerat dalam praktik ilegal yang merusak. Selama lima bulan terakhir, L menggencarkan promosi situs judi online melalui akun Instagram pribadinya. Setiap unggahannya disertai tautan aktif menuju laman perjudian serta janji hadiah menarik bagi siapa pun yang mendaftar lewat tautan tersebut. Cara licik ini berhasil menarik banyak pengikut muda yang belum sepenuhnya memahami risiko hukum dan moral di balik praktik tersebut.
Bukan tanpa imbalan, dari aktivitas ini L menerima bayaran tetap sebesar Rp2,5 juta per bulan dengan total keuntungan mencapai Rp10 juta. Namun uang itu kini tak lebih dari bukti betapa murahnya nilai integritas ketika ditukar dengan kenikmatan sesaat. Aksi ini akhirnya terendus oleh tim siber setelah mereka menelusuri pola unggahan yang kerap menampilkan promosi judi terselubung. “Keduanya aktif mengunggah konten promosi situs perjudian di akun IG mereka. Hampir tiap hari ada postingan baru,” ungkap Kasubdit 5 Siber Ditreskrimsus Polda Kaltim, Kompol Ariansyah, Kamis (23/10/2025).
Tak hanya L, polisi juga mengamankan mahasiswi lain berinisial J yang melakukan modus serupa. Keduanya tergabung dalam jaringan promosi ilegal yang menyasar anak muda sebagai target utama. Fenomena ini memperlihatkan bagaimana dunia digital kerap disalahgunakan oleh kalangan terdidik yang justru menodai makna pendidikan itu sendiri.
Dalam pemeriksaan, L mengaku tergoda karena tawaran penghasilan cepat tanpa perlu keluar rumah. Ia mengira promosi itu hanyalah bentuk kerja sama biasa tanpa menyadari konsekuensi hukumnya. Kini, impian instan itu berubah menjadi mimpi buruk. L dijerat Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dengan ancaman hukuman penjara hingga 10 tahun.
Kasus ini menjadi peringatan keras bagi generasi muda agar tak mudah terbuai oleh janji kekayaan digital. Dunia maya memang menjanjikan peluang, tetapi tanpa kesadaran moral dan pengetahuan hukum, ruang tersebut bisa berubah menjadi jerat yang menelan masa depan. Sebuah pelajaran mahal bagi siapa pun yang masih percaya bahwa uang mudah bisa datang tanpa risiko. []
Penulis: Desy Alfy Fauzia | Penyunting: Rasidah
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan