JAKARTA – Media asing, Reuters, mengangkat sorotan terkait penunjukan seorang jenderal Tentara Nasional Indonesia (TNI) aktif untuk memimpin Perusahaan Umum (Perum) Bulog, sebuah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bertugas mengelola pengadaan pangan.
Laporan tersebut mencatat kekhawatiran akan semakin kuatnya peran militer di pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, yang dianggap dapat berpotensi melanggar hukum dan merusak prinsip-prinsip demokrasi.
Penunjukan Mayor Jenderal Novi Helmy Prasetya sebagai Kepala Eksekutif Perum Bulog pada akhir pekan lalu menjadi sorotan karena dia menjadi jenderal aktif pertama yang memegang jabatan tersebut sejak era Presiden Soeharto.
Langkah ini memunculkan kekhawatiran di kalangan aktivis dan sejumlah pihak yang menilai penunjukan ini tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Menurut Ardi Manto Adiputra, Direktur Imparsial, sebuah lembaga yang mengadvokasi hak asasi manusia (HAM), penunjukan jenderal aktif sebagai pejabat sipil bisa dianggap sebagai pelanggaran hukum.
“Ini ancaman bagi demokrasi dan pelanggaran hukum,” kata Ardi, Rabbu (12/02/2025).
Berdasarkan Undang-Undang Militer, prajurit TNI hanya boleh menjabat di lembaga negara yang bergerak di bidang pertahanan, keamanan, intelijen, dan penanggulangan bencana.
Selain itu, mereka juga tidak diperkenankan terlibat dalam dunia politik atau bisnis. Adiputra menambahkan bahwa dengan adanya jenderal aktif yang menjabat di sektor sipil, hal ini berpotensi menimbulkan masalah pengawasan dan transparansi, mengingat TNI berada di bawah sistem peradilan militer yang terpisah dari hukum pidana sipil.
Meskipun demikian, Menteri BUMN Erick Thohir menyatakan bahwa penunjukan Mayor Jenderal Novi Helmy Prasetya adalah langkah strategis untuk mencapai swasembada pangan.
Namun, Kementerian BUMN maupun kantor komunikasi Presiden belum memberikan tanggapan terkait permintaan komentar dari Reuters.
Sementara itu, meskipun Undang-Undang Militer tidak mengatur hukuman atas pelanggaran semacam ini, langkah tersebut bisa saja diajukan banding ke Pengadilan Tata Usaha Negara.
Penunjukan Novi Helmy di Bulog juga dilihat sebagai bagian dari tren yang lebih besar, di mana Prabowo, sebagai Menteri Pertahanan, semakin sering menunjuk perwira aktif dalam jabatan-jabatan sipil.
Hal ini memicu kekhawatiran bahwa militer kembali mendominasi kehidupan publik, mengingat pengaruh besar yang dimiliki TNI pada masa pemerintahan Soeharto.
Sana Jaffrey, peneliti dari Universitas Nasional Australia, menyoroti bahwa Prabowo cenderung menempatkan militer dalam posisi-posisi penting, termasuk dalam kementerian pertanian dan transportasi.
Hal ini menunjukkan bahwa Prabowo memiliki kepercayaan besar terhadap militer untuk membantu mewujudkan tujuannya, meskipun dia tidak mempertimbangkan potensi dampak jangka panjangnya.
“Mungkin dia tidak mempertimbangkan konsekuensi politik yang bisa timbul dari penempatan perwira militer aktif dalam jabatan sipil,” ujar Jaffrey.
Penunjukan ini mengundang pro dan kontra, dengan beberapa pihak mengkhawatirkan dampak terhadap demokrasi dan prinsip-prinsip hukum yang berlaku di Indonesia.
Sebagian pihak mempertanyakan apakah langkah ini menciptakan tantangan bagi institusi sipil yang seharusnya terpisah dari pengaruh militer.
Namun, bagi sebagian yang lain, langkah ini dipandang sebagai upaya untuk memperkuat sektor pangan di Indonesia. []
Redaksi03