Kasus Pelecehan Seksual di Panti Sosial Kalbar, Pelaku Terancam Pemecatan Tidak Hormat

PONTIANAK – Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat (Pemprov Kalbar) akan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap seluruh panti sosial milik pemerintah menyusul terungkapnya kasus pelecehan seksual yang menimpa enam anak asuh di Unit Pelaksana Teknis Pelayanan Sosial Anak (UPT PSA) Dinas Sosial Kalbar, yang diduga dilakukan oleh seorang oknum Aparatur Sipil Negara (ASN). Sekretaris Daerah Provinsi Kalbar, Harisson, menegaskan bahwa langkah evaluasi ini sangat penting untuk mencegah terulangnya insiden serupa di masa mendatang.

“Panti sosial kita yang di beberapa tempat ini akan kami evaluasi usai terjadinya kejadian yang korbannya adalah anak-anak asuh kita,” ungkap Harisson usai ditemui langsung di ruang kerjanya, Selasa (02/07/2025). Evaluasi yang akan dilakukan tidak hanya berfokus pada kondisi fasilitas fisik panti, tetapi juga akan menyoroti kinerja dan tanggung jawab para pejabat serta pegawai yang bertugas di lingkungan panti sosial tersebut. Harisson menekankan bahwa setiap kelalaian dalam pembinaan dan pengawasan akan ditindak tegas. Ia menjelaskan, “Kami evaluasi pejabat-penjabat di situ, kita lihat jangan sampai mereka melakukan pembiaran, dan tidak melakukan evaluasi. Sehingga kalau memang terbukti mereka lalai dalam membina ASN, maka mereka akan kita copot juga.”

Terkait dengan oknum ASN UPT PSA berinisial SU yang diduga mencabuli enam anak asuh, pihak kepolisian telah menjemput dan menahannya. Namun, Pemprov Kalbar masih menunggu surat resmi penahanan dari Polresta Pontianak sebelum mengambil tindakan administratif lebih lanjut. “Kasus ini sudah ditangani oleh Polresta,” kata Harisson.

Harisson menambahkan, begitu surat penahanan resmi dari kepolisian diterima, pelaku akan dikenakan sanksi administratif berupa pemotongan gaji dan tidak diberikannya tunjangan. “Jika surat penahanan resmi sudah keluar, maka gaji ASN tersebut akan dipotong sebesar 50 persen, serta tunjangan TPP tidak akan diberikan,” terangnya. Lebih lanjut, Harisson menegaskan bahwa jika proses hukum telah memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht) dan pelaku terbukti bersalah dengan hukuman tertentu, maka oknum ASN tersebut akan diberhentikan secara tidak hormat dari jabatannya. “Kalau sudah inkracht, hukumannya kalau tidak salah minimal lima tahun hingga maksimal lima belas tahun. Maka yang bersangkutan akan diberhentikan sebagai ASN,” tutup Harisson, menandaskan keseriusan Pemprov Kalbar dalam menangani kasus ini dan memastikan keadilan bagi para korban.[]

Admin05

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com