KUTAI KARTANEGARA — Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kutai Kartanegara (Kukar), Ahmad Yani, menegaskan komitmen pemerintah daerah untuk tetap memberikan perhatian penuh terhadap enam kecamatan yang berada di sekitar kawasan Ibu Kota Nusantara (IKN). Enam wilayah tersebut, kata dia, masih berada di bawah tanggung jawab Pemkab Kukar, baik dalam hal pembiayaan pembangunan maupun penyediaan layanan dasar masyarakat.
Pernyataan tersebut disampaikan Ahmad Yani pada Senin (13/10/2025), setelah melakukan konsultasi dengan sejumlah kementerian terkait penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kukar 2025–2029. Menurutnya, langkah itu merupakan bentuk antisipasi agar dokumen perencanaan pembangunan tetap memuat kebutuhan masyarakat yang secara administratif masih tercatat sebagai warga Kutai Kartanegara, meski berada di kawasan penyangga IKN.
“Selama belum ada pemindahan resmi dari pemerintah pusat, keenam kecamatan itu tetap menjadi tanggung jawab Kukar. Karena KTP masyarakatnya masih Kukar, maka pembiayaan dan pembangunan di sana harus tetap dilaksanakan,” jelasnya.
Wilayah yang dimaksud mencakup Samboja, Samboja Barat, Muara Jawa, Loa Janan, Loa Kulu, dan Sanga-Sanga, yang sebagian berbatasan langsung dengan kawasan inti IKN. Ahmad Yani menegaskan bahwa keenam kecamatan tersebut berhak memperoleh porsi pembangunan yang sama, baik dalam hal infrastruktur maupun alokasi anggaran daerah.
“Masyarakat di sana tetap berhak atas pembangunan, infrastruktur, dan kehidupan yang layak. Jangan ada pembedaan karena wilayah itu masih penghasil dan masih diakui Dana Bagi Hasilnya. Jadi anggarannya harus tetap full,” tegasnya.
Lebih lanjut, Yani menyebut bahwa hingga kini belum ada kepastian hukum mengenai waktu pemindahan resmi wilayah tersebut ke administrasi IKN. Karena itu, DPRD Kukar memastikan pembiayaan tetap tercantum dalam RPJMD dan APBD 2026–2029, sehingga tidak terjadi kekosongan pelayanan publik.
“Walaupun dikabarkan 2028 pindah, tapi belum tentu pasti. Maka sejak 2026 dan 2027 kita pastikan anggarannya tetap ada. Jangan sampai masyarakat di sana justru tidak mendapat haknya karena menunggu status yang belum jelas,” katanya.
Ia juga mengingatkan bahwa landasan hukum mengenai tanggung jawab keuangan daerah sudah tertuang dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara, khususnya pada pasal peralihan.
“Pasal peralihan sudah jelas. Selama belum ada pemindahan resmi, pembiayaan masih menjadi tanggung jawab daerah. Itu juga akan dituangkan dalam perda agar jelas secara hukum jika nanti dipersoalkan,” pungkasnya. [] ADVERTORIAL
Penulis: Muhammad Ihsan | Penyunting: Rasidah
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan