Jokowi dan Perang Politik di Jawa Tengah: Dukung Luthfi-Yasin untuk Menghadapi PDIP

JAKARTA – Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) belakangan terlihat turun gunung dalam agenda kampanye sejumlah pasangan calon (paslon) Pilkada 2024 terutama di wilayah Jawa Tengah (Jateng).

Misalnya, Jokowi blusukan bersama pasangan calon Wali Kota Solo, Respati Ardi-Astrid Widayani pada Kamis (14/11) kemarin. Mereka berkunjung ke Pasar Notoharjo yang menjajakan barang-barang bekas di Kelurahan Mojo, Kecamatan Pasar Kliwon, Solo, Jawa Tengah.

Jokowi juga dijadwalkan blusukan ke beberapa daerah Jawa Tengah didampingi pasangan cagub-cawagub Pilgub Jateng nomor urut 2 Ahmad Luthfi dan Taj Yasin.

Berdasarkan informasi yang diperoleh sumber Jokowi dijadwalkan menyapa warga di wilayah Banyumas, Pantura Barat, dan Pantura Timur di akhir pekan ini.

Lantas, apakah endorsemen yang diberikan Jokowi itu akan efektif untuk mengerek suara para paslon tersebut?
Pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul M Jamiluddin Ritonga menilai saat ini Jokowi memang tak memiliki kedudukan formal yang membatasinya meng-endorse paslon tertentu.

Oleh sebab itu, Jokowi memang dapat menunjukkan sikap dukungannya secara terbuka alias tidak melanggar etika.

“Itu juga untuk memperkuat posisinya sebagai orang berpengaruh di politik,” kata Jamiluddin saat dihubungi  Jumat (15/11/24).

Kendati demikian, meskipun diakui Jokowi berpengaruh di kancah perpolitikan Indonesia. Namun Jamiluddin juga beranggapan bahwa pesona Jokowi itu sudah mulai luntur.

Efek Jokowi, kata dia, tidak sekuat dulu saat Jokowi masih menjabat sebagai kepala negara. Apalagi Jokowi bukan seorang ketua umum partai politik sehingga tidak memiliki kekuatan besar.

Jamiluddin pun mencontohkan dalam kasus Luthfi-Yasin, Presiden Prabowo Subianto pun sampai ikut turun gunung, kendati endorsemennya tersebut diberikan dalam kapasitas sebagai Ketua Umum Partai Gerindra.

Hal itu menurutnya sebagai pertanda bahwa efek Jokowi saja tidak cukup untuk mendongkrak elektabilitas sejumlah paslon di Pilkada 2024.

“Jokowi saja tampaknya tak cukup kuat untuk mendongkrak elektabilitas paslon. Untuk dapat mendongkrak elektabilitas Luthfi-Yasin mengalahkan Andika-Hendra misalnya, maka Jokowi perlu dibantu Prabowo Subianto,” jelas Jamiluddin.

“Kehadiran Prabowo di Solo bisa menjadi indikasi kalau Jokowi merasa perlu dibantu Prabowo untuk memenangkan Luthfi-Yasin,” imbuhnya.

Lebih lanjut, Jamiluddin juga menilai Jokowi memiliki motif tersendiri atau pribadi dalam memberikan endorsement kepada sejumlah paslon di Pilkada 2024. Menurutnya, Jokowi masih menginginkan agar namanya tetap eksis di kancah perpolitikan.

Selain itu, Jokowi juga ingin menunjukkan kepada publik bahwa orang-orang terdekatnya mampu menang dalam Pilkada, salah satunya melalui endorsemen yang ia berikan.

Misalnya, untuk paslon Respati-Astrid. Jokowi menginginkan agar mereka yang didukung Koalisi Indonesia Maju (KIM) memenangkan Pilkada di kampung halamannya, Solo.

Pun dengan Luthfi-Yasin, Jokowi yang memiliki kedekatan personal dengan Luthfi seakan ingin menunjukkan bahwa orang terdekatnya diharapkan mampu memenangkan Pilkada 2024.
“Bagi Jokowi, mengendalikan Jawa Tengah penting sebagai bukti bahwa pengaruh politiknya masih kuat,” ujar Jamiluddin.

Jamiluddin juga berpendapat alasan Jokowi memberikan endorsemen kepada paslon di Jateng karena Jokowi kemungkinan menilai bahwa provinsi itu akan menjadi basis suara politiknya. Hal itu diperlukan agar trahnya tetap eksis.

Mantan Dekan FIKOM IISIP Jakarta itu pun menekankan Jokowi memang tidak tidak memiliki posisi sentral di partai politik. Namun Jokowi memiliki ‘kaki’ di Golkar dan PSI.

Pun Jokowi juga memiliki pengaruh di Projo. Bahkan tak menutup kemungkinan Projo akan berubah menjadi partai politik yang akan dikendalikannya.

“Jadi, Jokowi tetap punya pengaruh di Golkar dan PSI, termasuk ormas Projo. Pengaruh ini tentu tak akan bertahan lama bila Jokowi tidak punya basis pengaruh,” ujar Jamiluddin.

“Pertarungan di Jawa Tengah bukan soal gengsi, tapi soal perebutan pengaruh siapa yang lebih berkuasa di Jawa Tengah,” imbuhnya.

Upaya hancurkan Kandang Banteng di Jateng
Tak jauh berbeda, Pengamat politik Universitas Andalas Asrinaldi menilai upaya Jokowi memberikan dukungan tak langsung namun terbuka kepada sejumlah paslon di Jateng menunjukkan bahwa Jokowi ingin menguasai Jateng.

Apalagi paslon yang di-endorse Jokowi, baik itu di Pilkada Solo maupun Pilkada Jateng sama-sama melawan paslon yang diusung PDIP. Hal itu menurutnya sudah cukup menjadi pesan bahwa Jokowi ingin menghancurkan kandang banteng di Jateng.

“Karena pertarungan Luthfi-Yasin ini kan pertarungan kedigdayaan dari Jokowi yang meng-endorse Luthfi-Yasin dengan KIM, melawan PDIP yang memang menguasai Jateng,” kata Asrinaldi kepada  Jumat (15/11).

Asrinaldi juga beranggapan upaya pengerahan Jokowi kali ini merupakan ‘perang’ lanjutan di Pilpres 2024. Jokowi menurutnya hanya akan memberikan dukungan kepada parpol yang diusung KIM.

Ia menyebut, Jokowi seakan ingin kembali menunjukkan bahwa kekuatannya berpeluang mampu membuat calon dari PDIP di Jateng keok, sebagaimana yang terjadi dalam Pilpres 2024.

“Jadi bagaimanapun ini kan persoalan maruah, persoalan kemampuan mesin politik, kemampuan relawan, kemampuan seluruh sumber daya KIM dan Pak Jokowi. Dan ini memang bagian kelanjutan dari Pilpres yang lalu,” kata dia.

Apabila dalam kontestasi Pilkada Jateng 2024, calon yang didukung Jokowi menang. Maka hal itu juga menunjukkan bahwa Jokowi masih memiliki kekuatan besar kendati ia sudah tidak menjabat sebagai Presiden RI sejak 20 Oktober lalu.

Asrinaldi menilai tentunya Jokowi berharap hal tersebut terwujud. Sebab apabila calon yang didukung kalah, maka akan sebaliknya. Pamor dan kekuatannya akan menurun, apalagi ia saat ini tidak menjabat sebagai petinggi parpol.

“Kalau seandainya dalam konteks ini PDIP bisa menang kan ya sudah mulai lah turun pengaruh Pak Jokowi itu ketika tidak lagi menjabat sebagai Presiden,” jelasnya.

Selain itu, Asrinaldi menilai langkah Jokowi memberikan endorsement kepala daerah didorong elektabilitas jagoan KIM yang mulai mandek.

Elektabilitas Luthfi-Yasin mulai tersalip elektabilitas Andika-Hendi. Misalnya, dalam survei Litbang Kompas yang menyebut elektabilitas Luthfi-Yasin 28,1 persen, sedangkan Andika-Hendi 28,8 persen.
amun, apakah dukungan Jokowi masih berpengaruh?

Asrinaldi pun tak menampik, bahwa Jokowi masih memiliki persona di masyarakat dan pengaruh di kancah perpolitikan Indonesia. Terlepas dari Jokowi yang sudah tidak menjabat sebagai presiden dan bukan petinggi parpol.

Namun menurutnya Jokowi masih memiliki akses dengan para ketua umum parpol, serta kedekatan dengan Presiden Prabowo Subianto. Dengan demikian, ia menilai pengaruh Jokowi masih tidak bisa dianggap main-main.

“Juga kita bisa lihat terakhir kan ada juga kunjungan dari menteri-menteri beliau dulu ke tempat beliau. Ini kan juga bagian dari itu menurut saya,” ujar Asrinaldi.[]

Redaksi10

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com