KUTAI KARTANEGARA – Surat Edaran Sekretaris Daerah Kutai Kartanegara (Kukar) yang menghimbau seluruh kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) untuk menghentikan sementara proses pengadaan barang dan jasa dari APBD 2025 menimbulkan perhatian publik. Langkah ini muncul setelah Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) mencatat adanya potensi defisit hingga Rp900 miliar pada semester pertama 2025.
Namun, Ketua DPRD Kukar Ahmad Yani menegaskan bahwa kondisi tersebut bukanlah defisit anggaran, melainkan persoalan perencanaan keuangan yang sejak awal tidak matang. “Tidak ada, karena memang keuangan itu awal rencananya tidak sesuai dengan mekanisme sebenarnya. Artinya perencanaan di awal itu tidak pas dan sesuai dengan rencana matang,” ujarnya usai menghadiri agenda dewan pada Sabtu (26/07/2025).
Menurut Ahmad Yani, istilah defisit kerap disalahartikan. Ia menjelaskan bahwa defisit sejati terjadi ketika rencana belanja jauh melampaui ketersediaan dana. “Defisit itu ketika kita ingin belanja banyak, tapi uangnya sedikit. Solusinya ya jangan belanja banyak, secukupnya saja. Jadi tidak benar kalau dibilang Kukar defisit,” tegasnya.
Lebih lanjut, ia menyebutkan bahwa masalah yang muncul sesungguhnya berasal dari penetapan target keuangan yang terlalu tinggi. Target semula ditetapkan Rp12 triliun, namun setelah evaluasi, realisasi yang memungkinkan hanya sekitar Rp10–11 triliun. Dengan demikian, kata dia, perbedaan angka ini bukanlah tanda defisit, melainkan koreksi atas rencana awal.
“Artinya dari awal rencana keuangannya tidak sesuai mekanisme sebenarnya. Tapi kita pernah punya anggaran Rp5 triliun dan tetap bisa jalan. Yang penting adalah bagaimana dengan anggaran yang ada, masyarakat tetap sejahtera,” tambahnya.
Di tengah dinamika penganggaran ini, Ahmad Yani menekankan pentingnya fokus belanja daerah pada kebutuhan rakyat yang mendesak. Ia menyebut infrastruktur dasar di desa dan kecamatan sebagai prioritas utama. “Prioritas kita adalah jalan yang layak dan fasilitas umum yang memadai. Bagaimana masyarakat bisa tersenyum kalau masih harus melewati jalan rusak, becek, bahkan membahayakan,” tuturnya.
Selain jalan, sektor pendidikan dan kesehatan juga menjadi sorotannya. Ketua DPRD Kukar itu mengingatkan agar pemerintah daerah tidak mengabaikan fasilitas penting bagi warga. “Gedung sekolah harus kokoh, WC tersedia, Puskesmas dilengkapi dengan dokter dan tenaga medis. Itu yang langsung dirasakan masyarakat,” jelasnya.
Ahmad Yani juga mengingatkan agar belanja-belanja yang dianggap kurang berdampak ditunda demi efisiensi. Bantuan pertanian misalnya, perlu dievaluasi agar tidak mubazir. “Belanja-belanja lain yang tidak terlalu penting bisa ditunda. Kita harus batasi bantuan yang mubazir dan tidak berdampak. Misalnya pengadaan bibit dan pupuk, harus dievaluasi, jangan sampai hanya dibuang ke sungai. Harus jelas pengelolaannya agar anggaran tidak terbuang sia-sia,” terangnya.
Lebih tegas lagi, ia meminta agar distribusi bantuan tepat sasaran. “Petani yang menerima bantuan harus benar-benar petani, bukan elit desa. Ini uang negara, jadi kalau sampai dijual-belikan, itu namanya pencurian dan tidak bisa dibiarkan,” pungkasnya.
Dari penegasan Ahmad Yani tersebut, terlihat bahwa DPRD Kukar berupaya menekankan akurasi dalam perencanaan serta efektivitas dalam penggunaan anggaran. Narasi mengenai defisit yang sempat mencuat lebih dilihat sebagai alarm agar pemerintah daerah berhati-hati dalam merencanakan belanja, bukan sebagai tanda bahaya finansial.
Dengan pemahaman itu, DPRD Kukar berharap masyarakat tidak perlu khawatir berlebihan. Fokus utama pemerintah daerah diarahkan pada pembangunan yang menyentuh kebutuhan dasar rakyat, memastikan kesejahteraan tetap berjalan meski angka anggaran mengalami koreksi. [] ADVERTORIAL
Penulis: Muhammad Ihsan | Penyunting: Rasidah
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan