KUTAI KARTANEGARA — Langkah maju dalam perlindungan hak masyarakat adat kembali dilakukan. Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kutai Kartanegara (Kukar) menghadiri Focus Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan oleh Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kaltim pada Jumat (28/02/2025) lalu di Hotel Grand Fatma Tenggarong. Kegiatan ini bertujuan untuk memperkuat proses pengakuan resmi bagi masyarakat adat Kedang Ipil, yang berada di Kecamatan Kota Bangun Darat.
Masyarakat adat Kedang Ipil telah menyelesaikan semua dokumen pendukung sejak tahun 2023, termasuk pemetaan wilayah adat dan studi etnografi. Pemerintah daerah secara aktif mendampingi proses ini untuk memastikan pengakuan berjalan sesuai prosedur.
Camat Kota Bangun Darat, Zulkifli, menyatakan komitmen pemerintah daerah dalam mendukung pengakuan ini. “Pemerintah daerah tentu mendukung penuh. Kita ingin masyarakat adat ini mendapat pengakuan resmi agar wilayah dan tradisi mereka terlindungi,” ungkapnya.
Proses ini memerlukan koordinasi dengan pemerintah pusat, termasuk Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian ATR/BPN, dan Kementerian Desa. Pemkab Kukar berperan dalam memfasilitasi komunikasi dan memastikan kelancaran administrasi pengakuan.
Sekretaris DPMD Kukar, Yusran Darma, menegaskan bahwa pihaknya terus berkoordinasi terkait penerbitan Surat Keputusan (SK) Pengakuan. “Melalui FGD ini, kami ingin memastikan bahwa proses berjalan sesuai prosedur, tanpa mengurangi hak masyarakat adat. Kolaborasi antara pemerintah, komunitas adat, dan pendamping seperti AMAN Kaltim diharapkan mampu mempercepat terbitnya SK pengakuan tersebut,” jelasnya.
Dalam diskusi ini, berbagai tantangan teknis masih menjadi perhatian, terutama menyangkut kelengkapan regulasi dan arahan dari tingkat kementerian. Zulkifli menambahkan bahwa Pemkab Kukar terus mengawal setiap tahapan agar persyaratan pengakuan dapat segera terpenuhi.
Dengan pendekatan yang inklusif dan dukungan penuh dari berbagai pihak, harapan besar tumbuh agar pengakuan resmi masyarakat adat Kedang Ipil segera terwujud. Hal ini bukan sekadar bentuk legalitas, tetapi juga upaya menjaga warisan budaya, hak adat, serta keberlanjutan kehidupan masyarakat adat di wilayah Kutai Kartanegara. []
Redaksi04