KUTAI KARTANEGARA – Kasus dugaan pelecehan seksual di sebuah Pondok Pesantren di Kecamatan Tenggarong Seberang kini mendapat perhatian serius dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kutai Kartanegara (Kukar). Menyusul terungkapnya perbuatan tidak senonoh yang dilakukan MA, seorang pengajar terhadap tujuh santrinya, Komisi IV DPRD Kukar menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama berbagai pihak pada Senin (19/08/2025).
Rapat berlangsung di ruang Komisi I DPRD Kukar dengan menghadirkan lintas lembaga, mulai dari DP3A, Dinsos, Unit PPA Polres Kukar, TRC PPA Kaltim, psikiater, hingga Kementerian Agama (Kemenag) Kukar, MUI, dan PGRI. RDP dipimpin Ketua Komisi IV DPRD Kukar, Andi Faisal, serta dihadiri anggota dewan lain, seperti Akbar Haka, Fatlon Nisa, dan Sugeng Hariadi.
Dalam forum itu, sejumlah anggota dewan menyampaikan kecaman keras. Sugeng Hariadi, wakil rakyat dari Dapil II, tak mampu menyembunyikan kekecewaan. “Kejadian ini mencoreng nama baik Tenggarong Seberang, ibarat kaca kita ini sudah pecah. Ponpes harus ditutup agar menjadi pembelajaran bagi yang lain,” tegasnya.
Akbar Haka pun mendukung langkah tersebut. Ia menyebut, para korban masih trauma ketika ditemui bersama Wakil Bupati Kukar. “Yang seharusnya pesantren menjadi tempat menuntut ilmu justru meneror mereka. Ini membuktikan kita sebagai negara itu abai, karena ini sudah terjadi sejak tahun 2021,” ujarnya.
Meski begitu, Ketua Komisi IV, Andi Faisal menekankan perlunya kajian mendalam sebelum mengambil keputusan strategis. Ia menyebut pembentukan Tim Adhoc menjadi langkah awal yang telah disepakati. Tim ini dipimpin Kepala UPT P2TP2A Kukar, Faridah, dengan melibatkan kepolisian, psikolog, Kemenag, dan TRC PPA Kaltim.
“Kami sepakat dari rapat ini akan dibentuk Tim Adhoc khusus untuk mencari tahu langkah-langkah strategis apa yang bisa diambil,” jelas Andi. Tim itu tidak hanya mengawal proses hukum, tetapi juga mendampingi korban serta melakukan skrining psikologis terhadap ratusan santri di ponpes tersebut.
Selain evaluasi internal, DPRD Kukar juga mendorong pengawasan berlapis pada ponpes maupun sekolah berasrama. Usulan pembentukan hotline aduan hingga penyusunan produk hukum tengah disiapkan. “Anak-anak adalah generasi emas bangsa. Jangan sampai pembiaran membuat tragedi seperti ini berulang,” tegas Akbar Haka.
Kasus ini menyoroti lemahnya sistem pengawasan di lembaga pendidikan berbasis asrama. DPRD Kukar memastikan langkah serius akan diambil, agar kejadian serupa tidak lagi terulang di wilayah tersebut. [] ADVERTORIAL
Penulis: Muhammad Ihsan | Penyunting: Rasidah
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan