Finlandia Negara Paling Bahagia, Indonesia Terpuruk

HELSINKI – Lembaga Gallup-PBB bersama Pusat Penelitian Kesejahteraan Universitas Oxford merilis daftar 10 negara paling bahagia dan tidak bahagia di dunia dalam World Happiness Report 2025. Finlandia bertahan di posisi puncak selama delapan tahun berturut-turut, diikuti Denmark, Islandia, Swedia, dan Belanda. Sementara Indonesia masuk dalam 10 negara paling tidak bahagia bersama Afghanistan, Yaman, dan Lebanon.

Laporan tahunan yang mencakup 147 negara ini memperkenalkan kebajikan dan kepercayaan sebagai faktor baru penilaian. “Kebahagiaan bukan hanya tentang kekayaan, tapi kepercayaan, koneksi sosial, dan dukungan sistemik,” kata CEO Gallup Jon Clifton. Finlandia dinilai unggul berkat kebijakan sosial kuat, akses pendidikan berkualitas, serta budaya saling percaya.

Di posisi kedua hingga kesepuluh negara paling bahagia, Kosta Rika dan Meksiko menggantikan Swiss dan Australia yang turun peringkat. Sementara 10 negara terbawah didominasi konflik dan krisis ekonomi: Afghanistan (peringkat 147), Sierra Leone (146), Lebanon (145), Malawi (144), Zimbabwe (143), Indonesia (142), DR Kongo (141), Yaman (140), Komoro (139), dan Lesotho (138).

Metodologi laporan mengukur enam variabel: pendapatan per kapita, harapan hidup sehat, dukungan sosial, kebebasan memilih, kemurahan hati, dan kebebasan dari korupsi. Tahun ini, peneliti menambahkan indikator perilaku baik hati seperti kemungkinan pengembalian dompet hilang. “Masyarakat Nordik memiliki tingkat pengembalian dompet tertinggi, mencerminkan kepercayaan antarmereka,” ujar Alexandra Peth, Direktur Asosiasi Bioindustri Finlandia.

Laporan mengungkap tren kesepian global, dengan 19% orang muda di dunia melaporkan tidak memiliki sosok andalan untuk dukungan—naik 39% sejak 2006. Di sisi lain, rumah tangga dengan 4-5 anggota di Meksiko dan Eropa dikaitkan dengan kebahagiaan tertinggi. “Keluarga besar di Amerika Latin menjadi contoh kepedulian yang menopang kesejahteraan,” tulis penelitian.

Indonesia, yang berada di peringkat 142, masih berjuang mengatasi disparitas sosial, akses kesehatan terbatas, dan tingkat korupsi. Sebaliknya, Finlandia menekankan keseimbangan hidup sebagai kunci. “Di sini, kebahagiaan datang dari rasa aman dan dukungan sistem,” kata Miika Makitalo, CEO HappyOrNot asal Finlandia.

Peneliti mencatat, masyarakat global cenderung meremehkan kebaikan komunitas mereka. Data menunjukkan, tingkat pengembalian dompet hilang sebenarnya dua kali lebih tinggi dari perkiraan publik. “Ini membuktikan optimisme terhadap kemanusiaan perlu dibangun,” tambah Clifton.

Sementara Inggris, meski tak masuk 10 terbawah, sempat dinobatkan sebagai negara paling tidak bahagia bagi anak-anak pada 2024. Laporan ini diharapkan menjadi refleksi bagi pemerintah untuk memperkuat kebijakan inklusif, terutama di negara berperingkat rendah seperti Indonesia.[]

Redaksi11

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com