KUTAI KARTANEGARA – Polemik pembebasan lahan oleh PT Niagamas Gemilang di Kecamatan Loa Kulu kembali menjadi sorotan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kutai Kartanegara (Kukar). Persoalan ini dianggap penting untuk dijalankan secara adil dan transparan, sehingga dewan kembali menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) pada Selasa (19/08/2025) di ruang Badan Musyawarah DPRD Kukar.
Rapat dipimpin langsung oleh Ketua DPRD Kukar, Ahmad Yani, didampingi jajaran Komisi I DPRD, antara lain Anisa Mulia Utami, Erwin, Wandi, Desman Minang Endianto, Sugeng Hariadi, Jamhari, dan Safruddin. Sejumlah pihak turut hadir, mulai dari perwakilan perusahaan, masyarakat terdampak, hingga Dinas Perkebunan.
Anggota Komisi I DPRD Kukar, Desman Minang Endianto, menjelaskan bahwa pertemuan kali ini menghasilkan keputusan untuk memberi waktu tambahan kepada masyarakat guna mempertimbangkan tawaran perusahaan. “Sesuai dengan keputusan rapat, diberi waktu lagi dua minggu untuk masyarakat melalui desa memikirkan atau merembukkan kembali opsi-opsi skema yang sudah disampaikan perusahaan,” ujarnya kepada awak media.
Menurut Desman, PT Niagamas Gemilang sudah memaparkan beberapa skema ganti rugi. Namun, mayoritas warga menilai tawaran tersebut belum mencerminkan nilai yang layak. Karena itu, DPRD meminta hasil RDP disampaikan kembali oleh Sekretaris Desa kepada masyarakat agar dipahami secara utuh. “Harapan kami, jangan sampai masalah ini berujung ke pengadilan. Lebih baik ada kesepakatan melalui musyawarah antara kedua belah pihak,” tegasnya.
Desman menekankan bahwa tawaran perusahaan bukanlah keputusan final. Masukan dari masyarakat juga harus diperhatikan agar tercipta solusi yang saling menguntungkan. Ia menambahkan, kekhawatiran warga soal perhitungan ganti rugi yang belum independen juga perlu dijawab dengan mekanisme yang transparan.
Dalam rapat itu, DPRD juga menyoroti luasan lahan yang masuk dalam proses pembebasan. Dari keterangan warga, sekitar 14 hektare sudah bersertifikat, sementara sisanya masih dalam proses administrasi. “Kalau ditotal bisa sekitar 20-an hektare. Tapi yang sudah jelas datanya sekitar 14 hektare itu,” terang Desman.
Ia mengakui, pembahasan ini bukan kali pertama dilakukan. Bahkan, RDP soal lahan di Loa Kulu telah berlangsung lebih dari lima kali. Meski melelahkan, DPRD menegaskan komitmen mereka untuk terus mendampingi masyarakat. “Jika sebelumnya tidak ada opsi atau nilai yang ditawarkan, kini perusahaan mulai membuka ruang diskusi dengan memaparkan skema ganti rugi,” ujarnya.
Dengan tambahan waktu dua minggu, DPRD berharap masyarakat bisa menyatukan pendapat sebelum keputusan akhir diambil. “Ini artinya progres. Tinggal bagaimana kedua belah pihak menyamakan persepsi. Kami beri waktu dua minggu ini untuk masyarakat berembuk melalui desa, lalu hasilnya bisa disampaikan kembali kepada perusahaan,” tambah Desman.
Dewan menegaskan, komunikasi tetap dijaga agar penyelesaian berlangsung damai, adil, dan transparan. [] ADVERTORIAL
Penulis: Muhammad Ihsan | Penyunting: Rasidah
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan