SAMARINDA – Wakil Ketua Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Samarinda, Sri Puji Astuti, menyoroti sejumlah tantangan yang dihadapi Museum Samarinda dalam menarik minat masyarakat untuk berkunjung. Menurutnya, museum ini masih memiliki keterbatasan baik dari sisi koleksi maupun pengelolaan sehingga belum mampu menjadi pusat edukasi sejarah yang maksimal.
“Melihat di dalamnya Museum Samarinda itu juga masih terbatas, ini Dinas Perpustakaan Daerah Kota Samarinda juga sedang mencari sumber arsip atau sumber bahan yang bisa ditampilkan di museum ini sedang berjalan,” ujarnya saat ditemui di Kantor DPRD Kota Samarinda, Kamis (21/08/2025) sore.
Sri Puji membandingkan kondisi Museum Samarinda dengan Museum Mulawarman di Tenggarong, yang dinilai lebih lengkap dan memiliki daya tarik sejarah yang kuat. “Memang kalau kita melihat masih kurang dibandingkan dengan museum Tenggarong ya, jelas kurang karena memang Samarinda ini sebenarnya mesti kita sampaikan ke masyarakat orang asli Samarinda, misalnya jejak sejarah itu masih belum ada jejaknya gitu, kalau Tenggarong sudah ada kerajaan,” katanya.
Salah satu kendala utama, menurut Sri Puji, adalah struktur pengelolaan museum yang berada di bawah Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Samarinda. Hal ini berdampak pada alokasi anggaran yang tidak fokus untuk pengembangan kebudayaan. “Ini saya kira juga menghambat sehingga anggaran yang seharusnya mungkin untuk satu OPD ini dijadikan satu, nempel gitu jadi tidak fokus,” tegasnya.
Selain itu, keberagaman budaya di Samarinda menjadi tantangan tersendiri bagi pengelola museum. Kondisi multikultural membuat sulit untuk menampilkan identitas budaya tertentu secara menonjol. “Lalu untuk budaya-budaya Kota Samarinda sendiri yang notabenenya budaya kita ini kan multibudaya di Kota Samarinda sehingga multikultur, sehingga untuk menampilkan satu budaya saja nggak bisa, ini juga jadi problem dari apa museum,” ujarnya.
Pengumpulan koleksi seperti benda sejarah, lukisan, foto, atau barang peninggalan warga Samarinda juga menghadapi hambatan karena masih sulit mendapatkan kepercayaan dari masyarakat. “Belum lagi kita mencari orang-orang yang mungkin lukisannya, foto-fotonya, barang-barang yang dulu milik Kota Samarinda yang mungkin ditampilkan itu juga kita masih belum mendapatkan kepercayaan dari warga Kota Samarinda yang dulu memiliki itu,” jelas Sri Puji.
Keterbatasan anggaran turut membatasi program pengembangan museum. “Lalu program memang tadi anggarannya kecil sehingga program yang diadakan di situ juga kecil, walaupun kita sudah bekerja sama dengan beberapa sekolah, kunjungan-kunjungan dari tingkat PAUD hingga SMA untuk ke Museum Kota Samarinda juga terbatas, karena juga akses ke arah museum ini kan juga perlu angkutan,” ujarnya.
Sri Puji menegaskan, solusi diperlukan segera agar Museum Samarinda bisa berkembang dan berfungsi sebagai ruang edukasi sejarah yang optimal. “Jadi banyak hambatan yang saya kira memang untuk Kota Samarinda, memang perlu selain tadi OPD-nya kalau bisa dipisah sesuai sama SOTK-nya, lalu yang kedua itu sosialisasi, yang ketiga itu bagaimana peran serta dari masyarakat Kota Samarinda ini untuk mengisi itu tadi,” pungkasnya.[] ADVERTORIAL
Penulis: Yus Rizal Zulfikar | Penyunting: Rasidah
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan