JAKARTA – Selama ini, kehidupan di desa sering diasosiasikan dengan ketenangan, keharmonisan sosial, dan jauh dari tekanan kehidupan modern. Namun, data terbaru menunjukkan bahwa anggapan tersebut tidak selalu sejalan dengan kenyataan di lapangan, terutama jika dikaitkan dengan isu kesehatan mental.
Laporan Badan Pusat Statistik (BPS) bertajuk Cerita Data Statistik untuk Indonesia: Potret Masalah Perilaku dan Emosional di Indonesia, Siapa yang Paling Rentan? memunculkan temuan mencengangkan. Sepanjang tahun 2024, sebanyak 52,91% kasus bunuh diri atau percobaan bunuh diri justru terjadi di daerah perdesaan. Angka ini lebih tinggi dibandingkan daerah perkotaan yang berada di kisaran 47,09%.
“Dapat dikatakan bahwa tantangan utama dari kasus perdesaan ini adalah pada kesenjangan akses dan kualitas layanan kesehatan mental serta adanya budaya tabu untuk membicarakan isu kesehatan mental,” kutip laporan BPS tersebut.
Kondisi ini menggambarkan sisi lain dari realitas sosial di desa yang kerap terabaikan. Ketertinggalan dalam pelayanan kesehatan jiwa, minimnya dukungan sosial, dan rendahnya rasa percaya diri individu menjadi faktor pemicu tingginya tingkat kerentanan mental di desa. Di sisi lain, keterbatasan akses terhadap tenaga profesional kesehatan mental memperparah masalah tersebut.
Tak hanya itu, data BPS juga mencatat bahwa gangguan emosional dan perilaku lebih sering ditemukan di desa, yakni sebesar 0,34%, dibandingkan 0,27% di perkotaan. Dari segi pendidikan, mereka yang hanya menempuh pendidikan dasar mencatat tingkat kerentanan sebesar 0,41%. Angka ini menurun seiring meningkatnya tingkat pendidikan, yakni 0,19% pada jenjang menengah dan 0,15% pada tingkat tinggi.
Kesenjangan juga terlihat dari jenis pekerjaan. Mereka yang bekerja di sektor pertanian dan pertambangan memiliki tingkat gangguan emosional sebesar 0,36%, lebih tinggi dibandingkan pekerja sektor industri (0,26%) maupun jasa (0,22%) yang lebih dominan di kota.
Meskipun kehidupan kota sering digambarkan sebagai pemicu stres karena ritmenya yang cepat, realitas di perdesaan menunjukkan bahwa kesepian, stigma sosial, dan keterbatasan layanan juga menjadi beban tersendiri yang tak kalah berat. Fakta ini menegaskan bahwa persoalan kesehatan mental bersifat universal dan tidak mengenal batas geografis.
Langkah konkret diperlukan agar isu kesehatan jiwa di desa tidak lagi terpinggirkan. Pemerataan akses layanan kesehatan mental, edukasi masyarakat, serta penguatan jaringan sosial menjadi kunci utama dalam mencegah angka bunuh diri dan menciptakan lingkungan yang lebih peduli terhadap kondisi psikologis warganya.
Apabila kamu atau orang di sekitarmu mengalami tekanan mental, cemas, atau merasa tidak berdaya, penting untuk mencari pertolongan. Konsultasi dengan profesional kesehatan mental adalah bentuk keberanian, bukan kelemahan.[]
Admin05