PONTIANAK – Ratusan nelayan yang tergabung dalam Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kalbar, bersama sejumlah mahasiswa, menggelar unjuk rasa di depan Gedung DPRD Kalimantan Barat pada Senin (21/04/2025). Aksi tersebut merupakan bentuk kekecewaan mendalam terhadap maraknya peredaran ikan impor yang dinilai merusak harga ikan lokal di pasar.
Para peserta aksi membakar ban dan menumpuk ikan impor di halaman gedung sebagai simbol perlawanan. Spanduk-spanduk bernada protes menghiasi area aksi, mencerminkan kegelisahan nelayan lokal yang merasa semakin terpinggirkan oleh kebijakan pemerintah pusat.
Ketua HNSI Kalbar, Hermili Jamani, menyampaikan kekhawatiran bahwa ikan salem dan makarel impor kini dijual secara bebas, tidak hanya di pasar modern tetapi juga telah merambah pasar tradisional. “Ikan impor sekarang dijual dalam kemasan beku, harganya murah, cuma Rp18–20 ribuan. Ini jelas merusak harga ikan segar hasil tangkapan nelayan kita,” tegasnya.
Menurut Hermili, regulasi pemerintah seharusnya membatasi distribusi ikan impor hanya untuk keperluan industri, bukan untuk konsumsi pasar umum. Ia menekankan pentingnya perlindungan terhadap produk perikanan lokal sebagai upaya menjaga keberlangsungan mata pencaharian nelayan.
Tak hanya soal ikan impor, nelayan juga menyuarakan keberatan terhadap retribusi tambat labuh yang dinilai terlalu memberatkan. Di sisi lain, permasalahan klasik mengenai kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) subsidi bagi nelayan kembali mencuat dalam aksi tersebut.
“Kami minta pemerintah perhatikan suplai BBM untuk nelayan, ini masalah yang enggak kelar-kelar,” ujar Hermili.
Aksi protes turut menyoroti kebijakan pemasangan alat Vessel Monitoring System (VMS) yang diwajibkan pemerintah. Menurut Hermili, alat tersebut tidak hanya mahal dalam pembelian, tetapi juga memerlukan biaya operasional tahunan yang cukup besar dan memberatkan nelayan kecil.
“Terus mau hapus rumpon juga. Padahal rumpon itu alat bantu tangkap tradisional, dibuat dari daun kelapa atau nipah. Kalau dilarang semua, nelayan harus pakai apa?” pungkas Hermili.
Para pengunjuk rasa mendesak DPRD Kalbar agar menyampaikan aspirasi ini kepada pemerintah pusat, dengan harapan ada langkah konkret yang segera diambil untuk melindungi nasib nelayan tradisional di Kalimantan Barat. []
Redaksi03