JAKARTA – Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) mengadakan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) pada Kamis (06/02/2025) yang membahas kasus pemberhentian seorang siswa di Sekolah Polisi Negara (SPN) Polda Jawa Barat.
Rapat tersebut dihadiri oleh orang tua korban serta Kepala SPN Polda Jawa Barat, Kombes Pol. Dede Yudi Ferdiansyah, yang memberikan penjelasan terkait peristiwa tersebut.
Dalam pemaparannya, Kombes Pol. Dede menjelaskan bahwa pemberhentian siswa tersebut didasarkan pada dua alasan utama.
“Kami mengeluarkan yang bersangkutan karena dua alasan. Pertama, aspek mental dan kepribadian, serta kedua, aspek akademik, yaitu tidak mengikuti perkuliahan selama 230 jam pelajaran,” tegas Kombes Pol. Dede Yudi Ferdiansyah.
Namun, orang tua korban membantah klaim bahwa anak mereka mengalami depresi selama pendidikan. Mereka justru mengungkapkan dugaan kekerasan fisik yang dilakukan oleh senior serta indikasi gangguan jiwa yang dialami anaknya.
“Anak saya dipukuli seniornya hingga mengalami trauma psikologis,” ujar orang tua korban yang tidak ingin disebutkan identitasnya.
Menanggapi hal tersebut, Ipda Ferren Azzahra Putri dari Bagian Psikologi SDM Polda Jawa Barat memaparkan hasil pemeriksaan psikologi.
“Siswa tersebut menunjukkan indikasi Narcissistic Personality Disorder (NPD) atau Gangguan Kepribadian Narsistik. Selain itu, terdapat kesaksian rekan siswa bahwa korban sengaja meminta dipukul punggungnya untuk menciptakan kesan pengasuh melakukan kekerasan,” jelas Ferren.
Ia juga menyoroti sikap arogan korban selama masa pendidikan. Pernyataan ini memicu respons tegas Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Ahmad Sahroni.
“Ini bukan faktual dari apa yang terjadi. Ini kebencian, enggak boleh, si ini menuduh ini enggak benar, si itu enggak benar. Jangan melakukan laporan ini dengan atas kebencian,” protes Sahroni dengan nada tinggi.
Komisi III DPR RI kemudian merekomendasikan evaluasi menyeluruh terhadap sistem pendidikan SPN Polda Jabar.
“Kami mendukung Kapolda Jawa Barat untuk mengevaluasi proses pemberhentian siswa secara transparan dan berkeadilan. Sistem pembinaan harus dikaji ulang agar kejadian serupa tidak terulang,” tegas Sahroni.
Ia menekankan pentingnya profesionalisme dan pendekatan humanis dalam pendidikan Polri sesuai instruksi Kapolri.
“Instansi Polri harus menjadi contoh lembaga yang menghargai hak individu tanpa mengabaikan disiplin,” tambahnya.
Rapat diakhiri dengan komitmen anggota dewan untuk memantau perkembangan kasus ini. Rekomendasi resmi akan diserahkan ke Polda Jawa Barat dan Markas Besar Polri sebagai bahan perbaikan sistem pendidikan kepolisian. []
Penulis: Muhammad Yusuf | Penyunting: Nistia Endah Juniar Prawita