Kemarau melanda, amukan si jago merah mengancam. Di antara 28 Juli hingga 2 Agustus ini saja, dimana umat muslim merayakan lebaran Idul Fitri, terhitung banyak terjadi kebakaran di beberapa kota di Kalimantan. Tapi tahu kah, kebakaran terbesar dan terhebat yang pernah terjadi di Pulau Borneo ini?
DI Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, sejak memasuki Bulan Syawal 1435 Hijriyah, telah terjadi sedikitnya empat kali kebakaran. Kebakaran pertama di Desa Jembayan, Kecamatan Loa Kulu. 48 bangunan rumah bangsal, gudang dan toko yang dibuat rata jadi arang, 52 kepala keluarga (KK) harus rela kehilangan harta dan tempat tinggal.
Sebelah kanan jalan, bangunan di tepi sungai turut terbakar. Bangunan di tepi sungai itu kini menjadi pelabuhan peti kemas.Lalu di di Suka Rame, Tenggarong, 3 bangunan rumah terbakar. Menyusul kemudian di Loa Ipuh, Tenggarong, 65 rumah milik 256 warga dari 80 KK terbakar habis. Kerugian puluhan miliar rupiah.
Di Kota Samarinda, Kalimantan Timur terjadi dua kali kebakaran, pertama di Karang Asam dan kedua di Selili. Sedikitnya ada 7 rumah yang jadi arang di Jl Slamet Riyadi, Karang Asam Ilir. Sedangkan di Selili, yang terbakar adalah kompleks bangunan Tempat Pelelangan Ikan yang berlokasi di Jalan Lumba-Lumba.
Di Sampit, Kalimantan Tengah, ada 21 bangunan rumah yang dilahap si Jago Merah. Kemudian di Jalan Sultan Muhammad, Kecamatan Pontianak Selatan, Kota Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar), 19 bangunan ruko yang terbakar. Lalu pada pada 30 Juli, dua kebakaran besar kembali terjadi di Kalbar. Di Jl Situt Mahmut, Gang Makassar, Siantang, ada 14 rumah yang hangus terbakar.
Bangunan pelabuhan turut hangus terbakar. Bangunan pelabuhan turut hangus terbakar.Di musim dimana hujan jarang turun seperti sekarang, bahaya api memang harus menjadi bahan kewaspadaan bersama. Penyebab munculnya kebakaran pun bermacam-macam, mulai dari kompor yang ditinggal pemiliknya, konslet arus listrik hingga akibat ulah ceroboh bermain api di dekat bahan mudah terbakar.
Tapi pernah kah anda membayangkan teror kucing jadi-jadian yang menyebabkan terjadinya kebakaran? Itu terjadi pernah menghantui warga Samarinda di tahun 1950an. Bahkan saat itu pernah terjadi kebakaran terbesar dan terparah di Kalimantan.
Saat itu, negeri ini masih berstatus Republik Indonesia Serikat (RIS), dimana Kesultanan Kutai ing Martadipura menjadi diberikan status negara bagian yang disebut Swaprajaan Kutai. Di bawah pemerintahan Sultan Aji Muhammad Parikesit, Samarinda menjadi salah satu ibu negeri di Keswaprajaan Kutai, selain Tenggarong dan Balikpapan.
Bak lautan arang, karena luasnya areal permukiman yang terbakar.Swapraja Kutai berlangsung sejak kemerdekaan Negara Republik Indonesia tahun 1945 hingga 1960. Di masa itu lah terjadi kebakaran terbesar dan terhebat dalam sejarah Kalimantan Timur, bahkan di Pulau Borneo ini. Peristiwa kebakaran hebat itu disebut Tragedi 4 April, karena api mulai membakar permukiman penduduk di pusat Kota Samarinda sejak tanggal 4 April 1958, di Hari Jum’at.
Kebakaran hebat terjadi selama sepekan penuh dan di hari Jum’at setelahnya baru api padam. Penyebab mengapa begitu lama si jago merah bertahan hidup, tak lain karena teknologi pemadaman api saat itu terbilang tradisional. Selain itu, permukiman penduduk yang ketika itu terbakar sangatlah padat.
Puing-puing bangunan berserakan menjadi saksi bisu keganasan si jago merah.Ada ribuan rumah berupa bangunan kayu dan seng yang luluh lantak jadi arang saat itu. Luas area kebakaran lebih dari dua hektar, mulai dari daerah bantaran Sungai Mahakam ke arah darat, juga menyeberangi Sungai Karang Mumus. Kalau sekarang daerah perniagaan, pelabuhan terus ke darat hingga ke Jalan Gatot Subroto.
Lalu apa penyebab kebakarannya? Saat itu, warga Kota Samarinda dihantui isu kucing jadi-jadian yang jika menampakkan diri, maka kebakaran akan terjadi. Begitu pula dengan tragedi 4 April, kucing siluman tersebut dituding jadi dalangnya. Terlepas benar dan tidaknya, yang jelas masyarakat mengintensifkan jaga malam mengantisipasi datangnya kucing jadi-jadian. []