MK Tanpa Anwar Usman: Putusan Progresif dalam Sengketa Pilpres Diharapkan

JAKARTA – Pakar ilmu hukum tata negara Bivitri Susanti meyakini Mahkamah Konstitusi (MK) mampu mengeluarkan putusan progresif dalam sidang sengketa Pilpres yang berlangsung saat ini. Pasalnya, MK tengah berupaya mengembalikan legitimasi usai kontroversi putusan perkara nomor 90 terkait batas usia calon presiden dan calon wakil presiden yang melanggengkan putra sulung Presiden Joko Widodo mengikuti kontestasi Pemilihan umum presiden dan wakil presiden (Pilpres) 2024.

Terlebih, kata dia, MK saat ini dipimpin oleh hakim konstitusi, Suhartoyo. Ia menilai, kepemimpinan Suhartoyo lebih baik dibanding hakim ketua sebelumnya yang sekaligus ipar Presiden Jokowi, Anwar Usman. “Yang positif adalah ketuanya yang sekarang. Pak Suhartoyo itu seseorang yang kalau kami pelajari leadership-nya jauh lebih baik daripada Pak Anwar Usman. Jadi memang dari dulu leadership-nya Pak Anwar itu sering dipertanyakan,” kata Bivitri dalam diskusi media soal “Dalil Kecurangan Pemohon PHPU Pilpres 2024: Mungkinkah Dibuktikan?” di Kalibata, Jakarta Selatan, Jumat (29/03/2024).

Pengajar Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera ini menuturkan, tidak adanya keterlibatan Anwar Usman dalam sidang sengketa Pilpres juga menambah kans putusan progresif tersebut. “Jadi, bisa jadi dengan kepemimpinan Pak Suhartoyo dan Pak Saldi Isra mereka lebih punya kemampuan untuk membuat keputusan yang progresif. Itu yang membuat saya masih percaya, plus (MK memiliki) semangat untuk mengembalikan legitimasi,” ujarnya. Hal positif lainnya, kata Bivitri, adanya dua hakim konstitusi baru di tubuh MK yang mampu mengubah konstelasi. Dua hakim tersebut adalah Ridwan Mansyur yang menggantikan Manahan Sitompul dan Arsul Sani yang menggantikan Wahiduddin Adams.

“Saya bukan bilang mereka berdua itu superhero, tapi di manapun misalnya kita satu kelompok, ada orang baru yang masuk, langsung berubah konstelasinya. Bukannya Arsul Sani dan Ridwan Mansyur 1.000 persen integritasnya teruji, bukan begitu. Tapi saya mau baca dari konstelasi yang akan berubah,” jelas Bivitri. Sebagai informasi, sidang sengketa Pilpres terus berlanjut di MK usai Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan Prabowo-Gibran unggul dalam perolehan suara.

Dalam sengketa Pilpres 2024, hanya 8 dari 9 hakim konstitusi yang ada yang diperbolehkan mengadili perkara ini. Eks Ketua MK, Anwar Usman, sesuai Putusan Majelis Kehormatan MK pada 7 November 2023 dilarang terlibat. Anwar yang notabene ipar Presiden Joko Widodo itu sebelumnya dinyatakan melakukan pelanggaran etika berat dalam penanganan dan penyusunan putusan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 yang melonggarkan usia minimum capres-cawapres.

Putusan ini kemudian membukakan pintu untuk keponakannya, Gibran Rakabuming Raka (36), maju sebagai cawapres pendamping Prabowo Subianto berbekal status Wali Kota Solo kendati belum memenuhi syarat usia minimum 40 tahun. Dalam gugatannya ke MK, baik Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud sama-sama meminta agar pasangan capres-cawapres nomor urut 2, Prabowo-Gibran didiskualifikasi. Gibran dianggap tak memenuhi syarat administrasi, sebab KPU RI memproses pencalonan Gibran menggunakan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 19 Tahun 2023. []

Redaksi08

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com