KETAPANG – Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, tengah mendalami dugaan penyimpangan ajaran keagamaan yang berkembang di Kecamatan Sandai. Salah satu ajaran yang menjadi sorotan adalah keyakinan bahwa ibadah haji dan badal haji tidak perlu dilaksanakan di Tanah Suci Makkah, melainkan cukup dilakukan dengan berziarah ke Makam Tanjungpura dan Matan.
Ajaran tersebut diduga dipimpin oleh seorang pria berinisial AK yang berasal dari Desa Riam Bunut, Kecamatan Sungai Laur. MUI Ketapang bersama MUI Kecamatan Sandai saat ini menunggu hasil resmi dari Tim Pengawasan Aliran Kepercayaan dan Aliran Keagamaan dalam Masyarakat (PAKEM), yang berada di bawah koordinasi Kejaksaan, untuk memastikan status ajaran tersebut.
“Saat ini masih diduga. Untuk memutuskan sesat atau tidak, itu kewenangan Tim PAKEM,” ujar Ketua MUI Kabupaten Ketapang, M. Faisol Maksum, Kamis (24/04/2025).
Menurut Faisol, dugaan aliran menyimpang ini muncul setelah masyarakat mengirimkan rekaman video yang menunjukkan aktivitas kelompok tersebut. Rekaman tersebut diperkuat dengan informasi dari sejumlah tokoh masyarakat, tokoh agama, serta hasil pengamatan langsung di lapangan.
“Ada rekaman saat mereka berdialog. Kami sudah rapat kemarin. Dari hasil rekaman itu ada beberapa hal yang masuk atau terindikasi sesat,” jelasnya.
Faisol menambahkan bahwa ajaran kelompok ini juga menyimpang dari prinsip dasar akidah dan syariat Islam. Di antaranya adalah keyakinan bahwa salat fardu tidak wajib, serta anggapan bahwa salat lahiriah dilakukan hanya untuk dipandang orang lain atau riya. Kelompok ini mengklaim bahwa salat yang sebenarnya adalah salat batiniah yang bertujuan menghilangkan kewajiban salat fardu.
“Sanad keilmuannya tidak jelas, bahkan mereka mengatakan mendapatkan ilmu dari mimpi yang bertemu dengan Rasulullah,” ungkapnya.
Berdasarkan temuan lapangan dan hasil evaluasi internal, MUI Kecamatan Sandai telah mengeluarkan surat pernyataan resmi yang menegaskan bahwa ajaran tersebut terindikasi bertentangan dengan ajaran Islam dan berpotensi menyesatkan umat. Pernyataan itu juga tertuang dalam Surat Instruksi MUI Ketapang Nomor 015/MUI-KTG/IV/2025.
MUI Ketapang mengimbau masyarakat agar tidak mengikuti atau mendekati ajaran tersebut. Lembaga ini juga telah meminta kepada Camat Sandai, Kapolsek Sandai, serta Kepala Desa Sandai Kiri untuk menindaklanjuti temuan ini sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. []
Redaksi03