Balikpapan ke Rinjani: Jejak Juara Lari Gunung

BALIKPAPAN – Bagi Muhammad Ma’mun Khariri, medan curam dan jalanan tanah bukanlah rintangan, melainkan guru yang membentuk ketangguhan. Pemuda asal Kilo 10 Balikpapan ini telah meniti jalur tak biasa dalam dunia olahraga dengan menjadi pelari trail run nasional yang disegani.

Lahir dari kegemaran mendaki gunung dan lari jalanan, Khariri mulai menekuni trail run pada 2021, tak lama setelah pandemi mereda. Ketertarikannya bukan hanya pada tantangan fisik, tetapi juga pada pengalaman menyatu dengan alam.

“Kalau lari di aspal, pemandangan bisa dilihat juga dari sepeda atau motor. Tapi kalau di gunung, ya kita benar-benar harus jalan kaki. Jadi rasanya lebih nikmat dan beda aja,” katanya, Senin (9/6/2025).

Balikpapan memang tidak memiliki pegunungan tinggi, namun Khariri memanfaatkan hutan kota dan jalur berbukit seperti kawasan Gunung Dubbs serta Kilo 8 untuk melatih daya tahan dan kekuatan kakinya.

“Kalau mau latihan elevasi tinggi, ya harus sabar. Bolak-balik tanjakan pendek bisa puluhan kali,” ujarnya sambil tertawa.

Latihan intens dilakukannya rutin setiap pekan dengan jarak tempuh 70 hingga 100 kilometer. Ia bahkan sering tiba di lokasi lomba satu minggu lebih awal untuk adaptasi suhu dan medan.

Salah satu pencapaian terbesarnya adalah saat menjuarai Rinjani 100, lomba sepanjang 100 kilometer dengan total elevasi 8.950 meter. Ia menyelesaikannya dalam waktu 25 jam 48 menit.

Tak hanya Rinjani, tahun 2024 menjadi masa kejayaan lain. Khariri menjuarai Siksorogo Lawu Ultra (120 km) dalam kondisi hujan badai dan suhu ekstrem. Dari puluhan peserta, hanya enam yang mencapai garis finis—salah satunya adalah dirinya.

“Waktu itu sempat kedinginan juga. Tapi saya pikir, kalau diam terlalu lama malah makin dingin. Jadi terus jalan sambil makan biar tetap hangat,” kenangnya.

Namun, perjalanan Khariri tidak selalu mulus. Ia pernah mengalami krisis energi saat mengikuti Bdg100. Masalah lambung membuatnya muntah berulang kali hingga nyaris menyerah, tapi ia tetap finis sebagai juara dua.

“Alhamdulillah finish juara dua dengan sisa-sisa tenaga itu,” ungkapnya.

Khariri tidak dilatih pelatih profesional. Ia belajar dari komunitas, berdiskusi dengan sesama pelari dari berbagai kota, serta memperkuat fisik dan mental lewat pengalaman langsung. Komunitas seperti Kepala Batu Tim di Balikpapan dan Malang Trail Runners (Mantra) menjadi rumah baginya untuk berkembang.

“Saya cuma minta doa orang tua tiap kali mau race. Itu paling penting. Jaga makan juga, tapi gak yang ketat banget. Gorengan seminggu sekali masih oke. Dan istirahat yang cukup,” katanya.

Kini, Khariri membidik lomba terpanjangnya: Bromo Tengger Semeru Ultra 170 km. Jika berhasil, itu akan membuka jalan untuk mimpinya berlaga di Eropa dalam ajang Tor des Géants dan UTMB di Pegunungan Alpen. []

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com