Buka-Bukaan Soal Bobroknya Manajemen Pertamina

JAKARTA – Basuki Tjahaja Purnama, atau yang lebih dikenal sebagai Ahok, kembali menjadi sorotan setelah buka suara terkait dugaan korupsi di tubuh Pertamina. Sebagai Komisaris Utama Pertamina sejak 2019, Ahok telah lama dikenal sebagai sosok yang vokal dalam mengkritisi praktik penyimpangan di perusahaan energi pelat merah tersebut. Pernyataannya kali ini semakin memperkuat dugaan bahwa korupsi di Pertamina masih mengakar dan melibatkan banyak pihak.

Dalam sebuah wawancara eksklusif yang dilakukan pada Maret 2024, Ahok dengan lantang menyatakan bahwa berbagai praktik kecurangan di Pertamina telah berlangsung bertahun-tahun dan sistem pengawasan yang ada masih jauh dari cukup untuk membendungnya. “Saya sudah berkali-kali bicara bahwa di Pertamina ini banyak yang bermain. Ada oknum yang sengaja memanfaatkan celah dalam sistem untuk memperkaya diri sendiri,” ujar Ahok.

Pernyataan Ahok ini merespons pengungkapan kasus korupsi besar yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung terkait pengoplosan Pertamax yang melibatkan sejumlah pejabat Pertamina dan pihak swasta. Kejaksaan Agung mengungkap bahwa dalam kurun waktu 2021 hingga 2024, praktik ilegal ini telah menyebabkan kerugian negara hingga lebih dari Rp1,5 triliun.

Ahok tidak segan-segan menyebut bahwa korupsi di Pertamina tidak hanya terjadi pada kasus Pertamax oplosan, tetapi juga dalam berbagai aspek bisnis perusahaan. Salah satunya adalah pengadaan barang dan jasa, yang menurutnya sering kali menjadi ladang permainan oknum tertentu untuk meraup keuntungan pribadi. “Mereka pakai sistem kongkalikong dalam tender proyek, menaikkan harga pembelian, atau bahkan membayar vendor yang seharusnya tidak lolos seleksi. Ini permainan lama yang terus berulang,” tegasnya.

Selain itu, Ahok menyoroti adanya praktik manipulasi dalam distribusi BBM. Ia menyebut bahwa beberapa terminal BBM kerap dijadikan lokasi untuk mencampur BBM berkualitas rendah dengan zat aditif sebelum disalurkan ke SPBU. “Ini yang membuat masyarakat sering kali merasa kualitas BBM di beberapa SPBU berbeda-beda. Padahal seharusnya standarnya sama,” ungkapnya.

Kritik tajam Ahok bukan tanpa dasar. Sejak menjabat sebagai Komisaris Utama, ia telah beberapa kali mengusulkan reformasi sistem manajemen dan pengawasan di Pertamina. Salah satunya adalah usulan penerapan teknologi blockchain untuk memantau distribusi BBM agar lebih transparan dan menghindari manipulasi data. Namun, menurutnya, banyak pihak di dalam yang menolak perubahan ini karena akan mengganggu ‘jalur bisnis’ mereka.

Sikap tegas Ahok ini juga mendapat tanggapan beragam dari berbagai pihak. Beberapa kalangan mendukung keberaniannya dalam membongkar praktik korupsi yang mengakar di BUMN energi tersebut. Direktur Eksekutif Indonesia Corruption Watch (ICW), Tama S. Langkun, menilai bahwa pernyataan Ahok harus dijadikan momentum bagi pemerintah untuk lebih serius dalam membersihkan Pertamina dari oknum korup. “Apa yang disampaikan Ahok ini harus jadi alarm keras bagi pemerintah. Reformasi total di Pertamina bukan lagi pilihan, tetapi keharusan,” ujarnya.

Namun, tak sedikit pula yang mengkritik Ahok, bahkan menudingnya hanya mencari panggung. Sejumlah pihak dari internal Pertamina menganggap bahwa Ahok terlalu banyak bicara tetapi tidak banyak bertindak selama menjabat sebagai Komisaris Utama. “Kalau memang sudah tahu ada korupsi, kenapa tidak langsung melaporkan? Kenapa baru bicara sekarang setelah kasus ini mencuat?” ujar seorang pejabat Pertamina yang enggan disebut namanya.

Kejaksaan Agung sendiri menyatakan bahwa mereka akan menindaklanjuti setiap informasi yang relevan dalam penyelidikan mereka. Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin menegaskan bahwa penyelidikan tidak akan berhenti hanya pada kasus Pertamax oplosan, tetapi juga akan diperluas untuk mengusut dugaan praktik korupsi lain di Pertamina. “Kami akan mendalami semua informasi yang masuk, termasuk yang disampaikan oleh Pak Ahok. Jika memang ada bukti kuat, tidak ada yang kebal hukum,” katanya.

Di tengah polemik ini, publik semakin mendesak agar pemerintah mengambil langkah konkret untuk menindak tegas para pelaku korupsi di Pertamina. Skandal yang terus berulang di perusahaan energi negara ini menjadi bukti bahwa mafia migas masih bercokol kuat di Indonesia, mengendalikan pasar dengan cara-cara yang merugikan negara dan rakyat.

Menteri BUMN Erick Thohir menegaskan bahwa pihaknya tidak akan memberikan toleransi bagi siapa pun yang terbukti melakukan korupsi di lingkungan Pertamina. Ia juga memastikan bahwa sistem pengawasan akan diperketat agar praktik kecurangan semacam ini tidak terulang lagi di masa mendatang. “Kami akan terus berkoordinasi dengan aparat hukum dan lembaga pengawas untuk memastikan bahwa Pertamina bersih dari mafia,” ujar Erick dalam pernyataan resminya.

Kasus ini menjadi ujian besar bagi upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Dengan pernyataan terbuka Ahok yang mengungkap borok di tubuh Pertamina, publik kini menantikan langkah nyata dari aparat penegak hukum. Akankah ini menjadi titik balik bagi reformasi sektor energi nasional, atau hanya akan menjadi sensasi sesaat yang menguap tanpa hasil? Jawabannya kini ada di tangan pemerintah dan aparat hukum. []

Redaksi03

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com