PONTIANAK – Perkembangan kasus dugaan korupsi Jembatan Timbang Siantan menimbulkan babak baru yang menyita perhatian publik. Putusan banding yang dibacakan di Pengadilan Tinggi Pontianak mengandung fakta baru yang tak kalah mengejutkan: adanya dugaan pemerasan yang melibatkan Kepala Kejaksaan Negeri Pontianak. Selain itu, nama Ketua DPRD Kota Pontianak, Satarudin, juga disebut dalam dokumen resmi putusan.
Dalam salinan putusan perkara Nomor 4/Pid.Sus-TPK/2025/PT PTK, terungkap bahwa terdakwa MCO mengaku dimintai uang sejumlah Rp1 miliar oleh Kajari Pontianak Yulius Sigit Kristianto. Permintaan tersebut diduga disampaikan melalui pertemuan yang diatur oleh Satarudin. Usai pertemuan, jumlah tersebut bahkan meningkat menjadi Rp2 miliar. Terdakwa mengaku menyerahkan total dana sebesar Rp2,4 miliar yang dititipkan sebagai Perkiraan Kerugian Negara (PKN).
Majelis hakim menilai, fakta tersebut tidak bisa diabaikan dan memerintahkan aparat penegak hukum untuk melakukan pengusutan lebih lanjut terhadap dugaan tindak pidana baru yang muncul di persidangan. Dugaan pemerasan oleh oknum kejaksaan dan keterlibatan pihak lain dianggap perlu ditindaklanjuti melalui proses hukum.
Stevanus Febyan Babaro, Ketua Lembaga Investigasi Badan Advokasi Penyelamat Aset Negara (LI BAPAN), menanggapi putusan ini dengan menyebutnya sebagai tonggak klarifikasi dari stigma yang selama ini diarahkan pada pihaknya. Ia menegaskan bahwa putusan hakim merupakan dasar hukum yang kuat untuk mengungkap praktik menyimpang lainnya yang belum tersentuh.
“Sebenarnya udah sesuai dengan ini aja tuh putusan. Di dalam putusan itu menguatkan putusan tingkat pertama, dan yang bikin kaget itu ada perintah hakim bahwa adanya pengusutan lebih lanjut terhadap dugaan-dugaan pidana baru. Nah itu yang bikin spektakuler,” ujarnya, Rabu (3/7/2025).
“Dari awal kita ini kan di-framing seolah tidak menghargai proses hukum. Sekarang terbukti, ini udah titah hakim. Hakim yang menitahkan, mau nunggu apa lagi kita?” lanjutnya.
Sementara itu, munculnya nama Ketua DPRD Kota Pontianak dalam dokumen pengadilan membuat Satarudin memberikan tanggapan keras. Melalui pesan WhatsApp, ia menyatakan akan mengambil langkah hukum terhadap pihak-pihak yang menyebarluaskan informasi tersebut.
“Sile kan klau ente mao tayang dan tggu nnt kite buat somasi. Dan tggu kite buat laporan resmi di Polda. Barang dah dari bulan satu. Dah sering kena goreng,” tulisnya dalam pesan yang tersebar luas.
Ia pun mempertanyakan profesionalitas awak media dan menyinggung legalitas identitas wartawan yang melakukan peliputan. “Sebagai wartawan hrs punye kartu pres dan terdaftar di PWI,” ujarnya.
Menanggapi ancaman somasi tersebut, Stevanus Febyan menyatakan pihaknya siap menghadapi jika laporan hukum benar-benar dilayangkan. Menurutnya, semua yang diangkat oleh media telah berdasarkan data dan fakta yang muncul di pengadilan.
“Kalau melaporkan sih sangat sah. Kita justru menunggu laporannya. Karena kita pengen tahu apa pelanggaran kita biar kita bisa perbaiki, memang dari kemarin banyak yang bilang mau melapor tapi nggak ada,” ucapnya.
Ia menegaskan tidak ada pelanggaran kode etik maupun prosedur dalam pelaporan kasus ini. “Kita pengen tahu apa pelanggaran kita biar kita bisa perbaiki. Karena sejauh ini juga semuanya udah sesuai. Jurnalis juga udah kerja di koridornya. Fakta-fakta menjadi acuan kita semua,” tegasnya.
Kasus ini bermula dari proyek rehabilitasi Jembatan Timbang UPPKB Siantan tahun 2021 senilai Rp2,4 miliar. Dalam prosesnya, terungkap adanya dugaan suap serta permintaan uang kepada terdakwa untuk memengaruhi jalannya penyidikan. Kini, masyarakat menantikan langkah selanjutnya dari aparat penegak hukum untuk menindaklanjuti perintah eksplisit dari hakim banding terkait dugaan pidana baru yang mencuat di persidangan.[]
Admin05